Follow me on mw twitter....

Kamis, 16 Februari 2012

life-course Determinants of need for Dental Prostheses at Age 24

Perjalanan Hidup Penentu Kebutuhan Protesa Gigi Pada Usia 24 Tahun

Abstrak
studi ini bertujuan untuk menilai prevalensi penggunaan dan kebutuhan protesa gigi, use and need for dental protheses (UNDP) pada individu usia 24 dan penentu jalan-hidup mereka. Sampel representatif (n = 720) dari keseluruhan 5914 kelahiran di Pelotas pada 1982 diselidiki secara prospektif, dan UNDP dinilai pada 2006. Variabel yang diselidiki termasuk pola demografi dan sosio - ekonomi, kesehatan rongga mulut, dan pemanfaatan layanan gigi selama hidup. Prevalensi UNDP masing-masing adalah 2.1% dan 29.7%. Analisa regresi Poisson multivariabel menunjukkan bahwa status sosio - ekonomi rendah selama life-course [rasio prevalensi (PR) = 1.56 (95% CI : 1.08-2.26)], tingkat pendidikan ibu yang rendah pada masa kanak-kanak [PR 2.79 (1.34-5.79)], tidak adanya instruksi kesehatan rongga mulut oleh dokter gigi pada usia 15 [PR 1.64 (1.11-2.41)], dan kehadiran karies pada usia 15 (DMFT yang tinggi) [PR 2.90 (1.98-4.24)] dihubungkan dengan kebutuhan perawatan prostetik. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa perjalanan-hidup sosio - ekonomi, perilaku dan penentu klinis dihubungkan dengan kebutuhan untuk protesa dental.
Kata kunci : epidemiologi, survei kesehatan rongga mulut, studi kohort, protesa dental.

Pendahuluan
Kehilangan gigi menurunkan fungsi mastikasi, membatasi nutrisi, mempengaruhi pembunyian, dan mengakibatkan merugikan estetik sehingga dapat berujung pada gangguan psikologi (Trulsson dkk 2002; Roumanas 2009). Hal ini memberikan konsekuensi pada kehidupan rutin manusia dan memberi kontribusi pada menurunnya kualitas hidup (Dolan dkk, 2001).
Prediksi utama dari kehilangan gigi adalah karies gigi dan penyakit periodontal (baelum dkk, 1997). Akan tetapi, faktor-faktor lain juga berhubungan dengan hasil ini, misalnya seperti usia lanjut, status sosio - ekonomi rendah, dan kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan gigi (Haugejorden dkk, 2003; Susin, dkk 2005, 2006; Chatrchaiwiwatana, 2007; Turrel dkk 2007).
Walaupun telah banyak studi mengenai kehilangan gigi pada populasi dewasa atau lebih tua, terdapat kekurangan informasi pada dewasa muda. Karena kebutuhan perawatan dental utamanya ditentukan oleh kehilangan gigi yang dikarenakan karies gigi (Burt dkk, 1990), hal ini dipertimbangkan sebagai kondisi yang kronis. Desain studi observasional, seperti halnya kohort kelahiran prospektif, memungkinkan untuk mengumpulkan data yang terpercaya mengenai kejadian yang muncul seiring perjalanan hidup (Victoria dan Barros, 2006).
Studi ini memperkirakan mengenai penggunaan dan kebutuhan protesa gigi pada populasi dewasa muda dari Pelotas, RS, Brasil. Sebagai tambahan, hubungan antara protesa gigi dan faktor resiko yang mungkin selama perjalanan hidup juga diuji.

Material dan metode
Pelotas adalah kota berukuran sedang yang terletak pada daerah yang relatif subur pada bagian selatan Brasil. Ekonominya berdasar pada industri layanan dan makanan (IBGE, 2004). Pada tahun 1982, semua bayi yang lahir pada tiga rumah sakit ibu dan anak di dalam kota diidentifikasi, dan 5914 bayi lahir hidup dan ibunya ditimbang dan diukur; ibunya juga diwawancara. Populasi ini telah diikuti beberapa kali, dan informasi lebih lanjut tersedia ditempat lain (Victoria dan barros, 2006). Pada tahun 1997 (pada saat anak mencapai usia rata-rata 15 tahun), sampel sistematik dipilih dari 70 traktat (data) sensus (27% dari keseluruhan), dan setiap rumah tangga pada data ini dikunjungi. Kami mewawancara 1076 anggota kohort (pengikut / kelompok). Dari sini, kami secara acak memilih 900 untuk studi kesehatan rongga mulut (OHS-97), yang terdiri dari wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai kebiasaan kebersihan mulut, penggunaan layanan dental, dan pemeriksaan dental, untuk menilai kehadiran karies gigi, maloklusi, dan lesi jaringan lunak pada remaja. Kriteria diagnostik untuk karies gigi mengikuti pedoman WHO (WHO, 1997)
888 remaja (98.7%) dievaluasi pada OHS-97 yang dinilai kembali pada 2006 (OHS-06). Mereka diwawancara dan diperiksa untuk melihat kondisi kesehatan rongga mulut, seperti karies gigi, status periodontal, lesi jaringan lunak rongga mulut, dan penggunaan serta kebutuhan protesa gigi.
Hasil dari studi ini menyediakan data mengenai penggunaan dan kebutuhan protesa dental dengan mempertimbangkan adanya ruang prostetik dan rehabilitasinya. Seorang individu yang sama, dalam waktu yang sama dapat membutuhkan dan sedang menggunakan protesa. Penggunaan dan kebutuhan protesa dental dipertimbangkan pada kedua lengkung rahang (atas dan bawah), dengan mengikuti kriteria WHO (WHO, 1997). Karena rendahnya angka individu yang menggunakan protesa dental (n= 15), kami hanya menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan protesa dental. Kami mendikotomi hasil ini, membagi individu yang membutuhkan atau tidak membutuhkan beberaapa jenis protesa dental.
Variabel-variabel independen yang digunakan dalam studi ini diperoleh dari penilaian berbeda yang dibuat pada kelompok ini. Warna kulit yang dilaporkan sendiri diklasifikasikan menjadi orang kulit putih, orang hitam berkulit lebih terang, dan orang hitam berkulit gelap. Untuk pendidikan ibu pada kelahiran anak dibagi menjadi empat kelompok : > 12, 9 hingga 11, 5 hingga 8, dan < 4 tahun. Akses pada suplai air fluoridasi dipastikan melalui ada atau tidaknya air umum pada rumah keluarga saat persalinan / kelahiran anak. Penghasilan keluarga dikumpulkan pada tahun 1982, berdasar pada 5 kategori upah minimum penduduk Brasil (<1, 1-3, 3.1-6, 6.1-10, dan > 10). Sayangnya, informasi tingkat selanjutnya dari penghasilan ini tidak tersedia, karena variabel telah dikumpulkan pada 5 kategori di atas. Untuk mengklasifikasi keluarga menjadi lebih jelas untuk analisa data, kami menemukan bahwa perlu untuk mengelompokkan kembali 5 kategori tersebut. Analisa komponen utama dilakukan untuk 4 variabel yang secara kuat berhubungan dengan kekayaan pada sampel kami – modus pemberian pembayaran perawatan (dana pribadi, gratis untuk umum atau asuransi kesehatan pribadi), pendidikan, tinggi, dan warna kulit ibu. Kelompok-kelompok ini tidak memiliki jumlah individu yang persis sama, karena hubungan dari skor (nilai) yang telah diperoleh. Setelah ini, dalam kategori pendapatan keluarga, tingkatan dua dan tiga dimasukkan dalam satu kategori “tidak-miskin”, sedangkan untuk tingkatan pertama dimasukkan kedalam kategori “miskin” (Barros dkk, 2006).
Pendapatan keluarga pada usia 15 dan 23 dikumpulkan pada tingkat selanjutnya, dan individu dibedakan menjadi tiga kategori. Tingkatan dua dan tiga dimasukkan kedalam kategori “tidak miskin”, sedangkan tingkatan pertama dikategorikan sebagai “miskin”. Kombinasi klasifikasi ini menghasilkan 4 lintasan pendapatan keluarga yang berbeda dari kelahiran hingga usia 15 tahun: (1) mereka yang selalu miskin, (2) mereka yang tidak pernah miskin, (3) mereka yang miskin saat lahir dan kemudian tidak miskin, dan (4) mereka yang tidak miskin saat lahit kemudian menjadi miskin (Barros dkk, 2006).
Pemanfaatan layanan dental (apakah anda pernah pergi ke dokter gigi selama 12 bulan terakhir?) doperjelas pada usia 15 dan 24 tahun. Informasi menerima instruksi kebersihan rongga mulut dari dokter gigi (apakah anda pernah menerima instruksi kebersihan rongga mulut oleh dokter gigi?) dikumpulkan pada usia 15 tahun. Karies gigi pada usia 15 tahun ditentukan melalui indeks DMFT (WHO, 1997) dengan 2 kategori : (1) DMFT yang dibagi menjadi tiga kategori, dan (2) komponen D (lubang) yang dibagi menjadi tiga kategori.
Tim kerja lapangan terdiri dari enam dokter gigi dan empat siswa kedoteran gigi tingkat lanjut dari Universitas federal Pelotas (UFPel). Semua pemeriksa dan pewawancara dilatih dan dikalibrasi sesuai metodologi yang telah dijelaskan sebelumnya (Peres dkk, 2001). Kepercayaan pemeriksa dikalkulasi dengan diukur dan uji sederhana kappa serta koefisien korelasi intra kelas bila sesuai. Nilai terendah adalah 0.06 untuk penggunaan dan kebutuhan protesa dental. Untuk kontrol kualitas data, 10% dari wawancara diulangi dengan versi kuesioner singkat yang dibolehkan untuk kecocokan tingkat kalkulasi.
Perangkat lunak STATA versi 9.0 digunakan untuk analisa. Hubungan antara variabel diuji dengan uji chi-square dan uji chi-square untuk model linear bila sesuai. Pada analisa multivariabel, kami menggunakan regresi Poisson dengan varian kasar / mentah untuk memperkirakan rasio prevalensi dan interval kepercayaan 95%. Kami menggambar kurva karakteristik operasi penerima – Receiver Operating Characteristic (ROC) untuk menentukan prediksi kebutuhan protesa pada usia 24 melalui jumlah gigi lubang pada usia 15.
Dua model teoritis diadopsi untuk analisa multivariabel (gambar 1), dimana variabel independen ditempatkan pada level untuk menentukan jalan masuk analisa statistiknya. Adopsi dua model ini dikarenakan fakta bahwa analisa terpisah diperlukan untuk lintasan sosio - ekonomi (model 1) dan tingkat pendapatan keluarga yang berbeda (model 2).
Proyek ini disetujui oleh Komite Etika UFPel. Semua pemeriksaan dan wawancara individu dilakukan dengan surat persetujuan (informed consent). Individu dengan kebutuhan perawatan dirujuk ke klinik dental pasca sarjana Universitas Federal Pelotas.

Hasil
Secara keseluruhan, 720 individu diperiksa (kisaran respon OHS-97 80%). Kebutuhan protesa dental diamati pada 29.7% individu. Pada lengkung atas, kebutuhan gigi tiruan sebagian cekat – fixed partial denture (FPD) atau gigi tiruan sebagian lepasan – removable partial denture (RPD) untuk menggantikan kehilangan 1 gigi yang paling dominan (7.9%), diikuti dengan FPD dan RPD yang dikombinasikan untuk menggantikan lebih dari 1 gigi hilang (2.4%). Sedangkan pada lengkung bawah, yang paling dominan adalah kebutuhan FPD dan RPD untuk menggantikan 1 elemen gigi (12.3%) dan kombinasi FPD dan RPD untuk menggantikan lebih dari 1 gigi hilang (8.2%). Prevalensi penggunaan protesa dental adalah 2.1%; penggunaan RPD yang paling dominan pada lengkung atas (1.1%), diikuti penggunaan FPD (0.8%). Protesa dental pada lengkung bawah tidak ditemukan pada sampel ini.
Hasil analisa bivarian ditunjukkan pada tabel 1. Kebutuhan protesa dental lebih banyak pada individu yang selalu miskin, yang ibunya memiliki pendidikan lebih rendah, yang tidak menerima instruksi kebersihan rongga mulut sampai usia 15, dan yang memiliki karies dental tertinggi pada usia ini. Selanjutnya, keluarga dengan pendapatan yang lebih rendah saat kelahiran, usia 15, dan 23 tahun dihubungkan dengan kebutuhan protesa dental.
Tabel 1. Hubungan antara kebutuhan protesa dental dan variabel sosio - ekonomi, kesehatan rongga mulut, dan pemanfaatan layanan dental pada sampel dewasa muda usia 24 tahun di Pelatos, RS, Brasil.


Bahkan setelah pengaturan untuk variabel pembaur / pembias, lintasan sosio - ekonomi termiskin sejak kelahiran hingga 15 dihubungkan dengan resiko tertinggi akan kebutuhan protesa dental [PR = 1.56 9CI 95%: 1.08-2.26)], sedangkan ibu dengan level pendidikan tertinggi merupakan faktor protektif (p = 0.023) (tabel 2). Model yang sama menunjukkan bahwa kebutuhan untuk protesa dental lebih banyak pada individu yang tidak pernah menerima instruksi kesehatan rongga mulut dari dokter gigi hingga 15 tahun [RP = 1.64 (CI 95%: 1.11-2.41)] dan yang memiliki indeks karies gigi tertinggi pada usia ini (p < 0.001).
Analisa multivariabel disesuaikan (tabel 2) juga menunjukkan bahwa hanya keluarga dengan pendapatan lebih rendah saat kelahiran tetap dihubungkan dengan kebutuhan protesa dental [PR = 1.37 (1.01-1.860)], sebagai tambahan dari hubungan yang sebelumnya telah ditemukan pada model 1.
















Tabel 2. Rasio prevalensi (PR) mentah (c) dan disesuaikan (a) untuk variabel independen dan kebutuhan protesa dental pada individu yang lahir 1982, di Pelatos, RS, Brasil.



Kurva ROC untuk kebutuhan protesa dental melalui gigi berlubang (D) pada usia 15 dari indeks DMFT ditunjukkan pada gambar 2. Area dibawah kurva adalah 0.74. nilai D dengan level sensitivitas dan spesifitas terbaik adalah 3, dengan masing-masing 71.7% dan 66.1%.


Gambar 1. Model teoritik 1 dan 2 untuk analisa kebutuhan protesa dental dan variabel-variabel independen.


Gambar 2. Kurva ROC untuk kebutuhan protesa dental melalui gigi berlubang (D) pada usia 15 dari indeks pada individu yang lahir pada 1982 di Pelatos. Area dibawah kurva adalah 0.7405.
Pembahasan
Terdapat kekurangan yang sangat besar pada studi - studi prevalensi penggunaan dan kebutuhan protesa dental pada populasi dewasa muda dan penentu dominan mereka. Pada studi ini, perbedaan besar ditemukan antara dua hasil ini. Data serupa diamati pada populasi 15 - 19 tahun pada survei kesehatan rongga mulut nasional terakhir yang dilakukan oleh pemerintah Brasil: prevalensi masing-masing 1.88% dan 0.21% untuk penggunaan protesa dental ditemukan pada lengkung atas dan bawah, sedangkan kebutuhan untuk protesa dental adalah 9.23% dan 23.41% (Brasil, 2004).
Permintaan untuk perawatan prostetik tidak secara langsung dihubungkan dengan edentulous dan penyembuhan fungsi mastikasi, dan bervariasi bila diagnosis normatif (dokter gigi) dan pandangan subyektif pasien dibandingkan (walter dkk, 2001). Pada negara yang lebih berkembang, permintaan ini lebih dipengaruhi kebutuhan estetik bila dibandingkan dengan hilangnya beberapa elemen gigi posterior (Narby dkk, 2005). Dalam konteks ini, kehilangan anterior, utamanya pada lengkung atas, cenderung menyebabkan kerusakan besar bila dibandingkan dengan kehilangan gigi pada lengkung bawah, menguatkan penemuan dalam studi kami. Penggunaan dan kebutuhan indeks protesa, yang diadopsi dalam studi ini dan direkomendasikan oleh WHO (1997), hanya mempertimbangkan kebutuhan perawatan normatif, yang dinilai oleh dokter gigi dan bisa melebih-lebihkan perkiraan kebutuhan protesa dental dari sudut pandang populasi.
Hubungan antara faktor sosio - ekonomi dan kondisi kesehatan telah dijelaskan dalam literatur. Masyarakat dengan tingkat sosio - ekonomi tertinggi memperlihatkan indikator kesehatan yang lebih baik, termasuk kebutuhan untuk protesa dental (Lynch dan Kaplan, 2000; Kim dkk 2007). Pengamatan lintasan sosio - ekonomi adalah bentuk dinamis untuk mengamati dan menilai pengaruh perubahan tingkat sosio - ekonomi pada status kesehatan populasi. Penemuan dalam studi ini sesuai dengan dua studi kesehatan rongga mulut pada kohort (kelompok) kelahiran, yang melaporkan kondisi rongga mulut terburuk pada orang yang tetap pada kemiskinan selama perjalanan-hidup (Thomson dkk 2004; Peres dkk 2007). Selanjutnya, variabel sosio - ekonomi lain saat kelahiran, misalnya pemasukan keluarga dan tingkat pendidikan ibu, menunjukkan hubungan dengan kebutuhan protesa dental. Tingkat pendidikan ibu merupakan indikator sosio - ekonomi yang kuat, karena hal ini normalnya dibarengi kondisi kerja, upah dan rumah yang lebih baik (Lynch dan kaplan, 2000). Studi terakhir dalam kohort kelahiran menunjukkan pemasukan keluarga saat kelahiran memiliki pengaruh penting pada kondisi kesehatan rongga mulut selama perjalanan-hidup, bahkan saat menghadapi perubahan status sosio - ekonomi (Thomson dkk, 2004; Peres dkk 2007), memperkuat penemuan pada studi ini, dimana hanya pendapatan keluarga saat kelahiran yang tetap berhubungan secara negatif dengan kebutuhan protesa dental setelah penyesuaian.
Sebagaimana pemanfaatan layanan dental, menerima instruksi kesehatan oral dari dokter gigi hingga usia 15 menunjukkan hubungan dengan kebutuhan perawatan prostetik, sedangkan pemanfaatan layanan dental pada tahun terakhir saat usia 15 dan 24 tahun tidak berhubungan. Penemuan kami menguatkan pentingnya promosi kesehatan rongga mulut pendekatan karies gigi, bukannya pendekatan yang berfokus pada kebutuhan perawatan individu (Editorial, 2009). Hingga akhirnya mengarah pada siklus restoratif (Elderton, 2003) dan , sebagai akibat kehilangan gigi dan kebutuhan untuk protesa dental.
Setelah menganalisa kurva ROC untuk gigi berlubang dan kebutuhan protesa dental, kami dapat menyatakan bahwa kehadiran karies dental yang tidak dirawat saat usia 15 tahun adalah prediktor moderat/sedang untuk kebutuhan protesa dental pada masa dewasa. Karies gigi adalah proses dinamis dan progresif (Broadbent dkk 2008), dimana pencegahan dapat dilakukan pada tiap tahap perkembangannya (Selwitz dkk, 2007). Hasil kami menyediakan bukti kegagalan sistem kesehatan dalam mencegat proses ini, utamanya bila sistem publik dimasukkan dalam hitungan, karena fakta bahwa karies gigi adalah penyakit yang secara kuat mempengaruhi populasi miskin (Peres dkk, 2005).
Penyelidikan kondisi kesehatan selama perjalanan hidup membantu untuk memahami dan mengevaluasi pengaruh variabel biologi dan sosial pada usia hidup berbeda dalam beberapa kejadian hasil (Thomson dkk 2004).
Studi ini dilakukan pada kohort kelahiran yang diamati secara reguler sejak 1982 (Victoria dan barros, 2006), yang membuat studi ini kurang rentan terhadap informasi bias. Pengulangan yang tinggi, beberapa data hilang, serta pemeriksa dan pewawancara buta menguatkan validitas internal studi. Hasil studi ini mendukung hipotesa bahwa penentu sosio - ekonomi, perilaku, dan klinis berhubungan dengan kebutuhan protesa dental. Penemuan ini mengindikasikan bahwa strategi umum dan spesifik harus didesain untuk : (1) mengurangi perbedaan sosio - ekonomi: (2) mengembangkan program pendidikan berbasis aksi preventif pada level kolektif dan indivisu, untuk mencegah karies gigi, penyebab utama kehilangan gigi; dan (3) meningkatkan akses populasi pada perawatan rehabilitasi dental bila dibutuhkan.

Jumat, 12 Agustus 2011

Ujian Prostodonsi FKG Unhas...

Akhirnya stelah terkatung2, terseok2 dan terpantul2 kurang lebih 1 mgg lamanya, ikut juga sy ujian prostodonsi bersama dengan 15 orang lainnya...
Berlokasi di bagian prostodonsi, jam di dinding dmana jarum pendek menunjukkan angka 2 dan jarum panjang menunjukkan angka 12, kami ber-15 dipanggil utk masuk ke dalam ruangan dosen..
stelah itu kami pun mengambil tempat yg telah disediakan..
kurang lebih 3 jam sy kerjakan soal yg dibagikan oleh dosen... Alhamdulillah jawaban yang sy isi di selembar kertas putih lumayan bagus.. dan sy yakin dengan apa yang sy tulis hehehe...
stelah slesai ujian, kami pun ngabuburit di sekretariat DMP FKG unhas... dengan paket buka puasa yg sdh kami sediakan...
betapa indahnya hari itu..
mudah2an kedepannya tetap indah seperti ini... aminnn....

Minggu, 07 Agustus 2011

belajar slalu...

aku belajar diam, dari banyak bicara
aku belajar sabar, dari sebuah kemarahan
aku belajar mengalah, dari sebuah keegoisan
aku belajar bahagia, dari sebuah kesedihan
aku belajar tegar, dari sebuah kehilangan

Orang yang paling bahagia, tidak selalu memiliki sesuatu yang terbaik...
Tetapi hanya berusaha menjadikan setiap apapun yang hadir dalam hidupnya, adalah yang terbaik...

Rabu, 03 Agustus 2011

berkah puasa...

duh... katanya puasa itu menahan lapar, dan amarah.. tapi ada juga orang biar puasa2 gini doyanx marah2 melulu... nda capek apa??? jadi bingung juga...

sabar.... sabar.... jangan ikut terpancing marah...

untung saja dibalik itu semua ada juga hikmah yang bisa dipetik... kasusku slesai smuax.. hehehe...
siap2 untuk ujian tanggal 12 agustus 2011...
tetap semangad saja kawan....

Jumat, 22 Juli 2011

Guideline on Pediatric Restorative Dentistry

GARIS – GARIS BESAR DALAM RESTORASI KEDOKTERAN GIGI ANAK

Tujuan
Akademi Kedokteran Gigi Anak Amerika (AAPD) mengeluarkan garis – garis besar ini untuk menuntun para praktisi dalam perawatan restorasi pada bayi, anak-anak, dan orang dengan kebutuhan perawatan kesehatan khusus. Tujuan perawatan restorative adalah untuk memperbaiki atau membatasi kerusakan karena karies, melindungi dan memelihara struktur gigi, mengembalikan fungsi adekuat, mengembalikan estetik (bila dapat dipakai), dan memudahkan dalam perawatan hygiene oral. Jika mungkin vitalitas pulpa juga dipertahankan.

Metode
AAPD mengadakan konferensi konsensus restorative pediatric kedokteran gigi pada april 2002. Pernyataan consensus dihasilkan dari ulasan literature ahli dan presentasi makalah berbasis ilmu pengetahuan. Hasil konferensi, ulasan literature terkini, pencarian di MEDLINE menggunakan istilah “amalgam gigi”, “komposit gigi”, “mahkota besi stainless”, “semen glass ionomer”, dan “sealant gigi”, dan opini para ahli digunakan untuk meninjau kembali garis pedoman ini.

Latar belakang
Perawatan restorasi berdasarkan pada hasil pemeriksaan klinis yang tepat dan idealnya merupakan bagian dari rensana perawatan yang komprehensif. Rencana perawatan harus mengambil beberapa pertimbangan :
1. Status perkembangan gigi geligi
2. Penilaian resiko karies
3. Oral hygiene pasien
4. Antisipasi keinginan orangtua dan kemungkinan panggilan kembali
5. Kemampuan kooperatif pasien terhadap perawatan
Rencana perawatan restorative harus dipersiapkan sehubungan dengan program-preventif individual.
Resiko karies pada anak lebih besar untuk orang miskin, pedesaan, atau minoritas yang memiliki akses perawatan terbatas. Faktor resiko tinggi karies termasuk permukaan rusak/hilang/ditambal lebih tinggi pada usia anak, banyak lesi spot putih, mutan streptococci dalam tingkat tinggi, status social ekonomi rendah, tingkat karies tinggi pada saudara kandung/orangtua, makanan dengan kandungan gula yang tinggi, dan/atau adanya alat-alat pada gigi. Beberapa studi telah melaporkan bahwa karies anterior maksila mempunyai hubungan langsung dengan karies pada molar susu, dan karies gigi geligi susu dapat memprediksi karies pada gigi geligi permanent.
Restorasi gigi susu berbeda dari restorasi gigi permanent, karena perbedaan beberapa bagian morfologi gigi. Diameter mesiodistal mahkota molar susu lebih besar dari dimensi serviko-oklusal. Permukaan bukal dan lingual bertemu di oklusal. Enamel dan dentin lebih tipis. Bentuk enamel servikal menuju oklusal landai, berakhir dengan tiba-tiba dibagian leher dan tidak terorientasi di gingival, makin lama akan semakin tipis seperti pada gigi permanent.
Ruang pulpa gigi susu secara proporsional lebih besar dan lebih dekat ke permukaan. Daerah kontak gigi susu lebar dan datar disbanding pada gigi permanent dengan titik kontak sirkuler yang sempit dan jelas. Puncak mahkota gigi susu yang lebih pendek juga mempengaruhi kemampuan gigi untuk mendukung dan menahan restorasi intrakorona secara adekuat.
Gigi permanent muda juga mempunyai karakteristik yang perlu dipertimbangkan dalam prosedur restorative, misalnya ruang pulpa yang besar dan daerah kontak yang lebar yang mirip gigi susu.
Preparasi gigi harus menghilangkan karies atau struktur gigi yang tidak berkembang baik untuk menyediakan outline yang tepat, resisten, retensi dan bentuk yang nyaman yang sesuai dengan material restorasi yang digunakan. Isolasi rubber-dam harus dilakukan jika mungkin selama preparasi dan penempatan bahan restorasi.
Sesuai dengan semua pedoman, akan ada pengecualian rekomendasi dengan berdasarkan penemuan klinis individual. Misalnya, mahkota besi stainless (SSCs) direkomendasikan untuk gigi yang menerima terapi pulpa. Namun, restorasi resin atau amalgam dapat digunakan pada gigi dengan akses pulpa konservatif, Dinding lateral sehat, dan eksfoliasi kurang dari 2 tahun. Seperti, restorasi konservatif Klas II untuk gigi susu dapat diperluas untuk menambahkan daerah permukaan bila gigi diramalkan akan eksfoliasi dalam 1 hingga 2 tahun.

Rekomendasi
Adhesif Dentin / enamel
Adhesif dentid / enamel membolehkan bonding komposit berbasis resin dan kompomer pada gigi susu dan permanent. Adhesif telah dikembangkan dengan melaporkan kekuatan ikatan dentin yang melebihi enamel. Studi in vitro telah memperlihatkan kekuatan ikatan dentin dan enamel serupa pada gigi susu dan permanent. Adhesif yang baik membolehkan lebih banyak preparasi konservatif bila menggunakan bahan restorasi komposit.
Sistem adhesive sekarang mengikuti teknik “total-etc” atau “self-etch”. Etch total menggunakan 3 langkah. Melibatkan penggunaan etchant untuk menyiapkan enamel saat pembukaan tubulus dentin, menghilangkan lapisan lengket, dan dekalsifikasi dentin. Setelah membersihkan etchant, aplikasi cat dasar untuk penetrasi dentin, persiapan untuk agen bonding. Enamel dapat dikeringkan sebelum menempatkan cat dasar, tapi dentin harus tetap basah. Agen bonding lalu diaplikasikan pada dentin. Sistem adhesive yang mudah yang mengkombinasikan cat dasar dan adhesive telah tersedia. Karena system adhesive memerlukan banyak langkah, kesalahan dalam langkah manapun dapat mempengaruhi kesuksesan klinis. Perhatian pda teknik yang tepat untuk system adhesive tertentu sangat penting demi keberhasilan.
Rekomendasi:
Literatur dental mendukung penggunaan adhesive bonding, saat digunakan sesuai dengan petunjuk pabrik yang sesuai dengan tiap produk, akan efektif pada gigi susu dan permanent dalam meningkatkan retensi restorasi, meminimalkan kebocoran mikro dan menurunkan sensitivitas.

Sealan pit dan fisur
Sealan telah dijelaskan sebagai material yang ditempatkan dalam pit dan fisur gigi yang diduga karies yang mengikat secara mikro mekanis pada gigi untuk mencegah akses bakteri kariogenik ke sumber nutrisinya.
Jumlah karies pit dan fisur dari semua karies pada gigi permanent kira-kira 80-90% dan 44% pada gigi susu. Sealan menurunkan resiko karies pada pit dan fisur yang dicurigai. Penempatan sealan berbasi resin pada anak-anak dan remaja memperlihatkan penurunan insiden karies 86% setelah 1 tahun dan 58% setalh 4 tahun. Sebelum sealant ditempatkan, resiko karies gigi harus ditentukan. Setiap gigi susu dan permanent yang dicurigai akan mendapat manfaat dari aplikasi sealant. Evaluasi terbaik resiko karies dilakukan klinisi berpengalaman menggunakan indicator morfologi gigi, diagnosa klinis, riwayat karies, riwayat fluoride, dan oral hygiene. Penempatan sealant pada gigi dengan resiko karies tinggi akan memberi manfaat yang sangat baik. Pit dan fisur resiko tinggi harus di tutup secepatnya. Pit dan fisur resiko rendah bisa tidak ditutup. Namun, resiko karies dapat meningkat seiring perubahan kebiasaan pasien, mikroflora rongga mulut, atau kondisi fisik dan gigi yang tidak ditutup mungkin bisa dapat manfaat melalui aplikasi sealant.
Diagnosa dan monitoring yang tepat, sealant dapat ditempatkan pada gigi yang menunjukkan karies pit dan fisur yang baru jadi, Studi telah memperlihatkan bahwa karies yang tertahan dan eliminasi organisme aktif dibawah sealant atau restorasi dengan tepi tertutup. Survei memperlihatkan bahwa dokter gigi anak kadang menggabungkan enameloplasty dengan teknik sealant. Studi in vitro telah memperlihatkan enameloplasty mampu meningkatkan retensi sealant. Namun, studi klinis jangka pendek menunjukkan enameloplasty sama tapi tidak lebih baik dibanding penempatan sealant tanpa enameloplasty.
Isolasi adalah factor kunci keberhasilan klinis sealan. Kontaminasi saliva menyebabkan menurunnya kekuatan ikatan sealant ke enamel. Studi in vitro dan in vivo melaporkan bahwa penggunaan agen bonding dapat meningkatkan kekuatan ikatan dan meminimalkan kebocoran mikro. Aplikasi fluoride secepatnya.sebelum etsa untuk penempatan sealant tampaknya tidak mempengaruhi kekuatan ikatan.
Sealant harus ditahan pada gigi dan sebaiknya diawasi agar lebih efektif. Studi telah menunjukkan sealant glass ionomer memiliki tingkat retensi yang buruk. Studi menggabungkan perawatan dan penutupan kembali memperlihatkan level keberhasilan sealant 80% hingga 90% setelah 10 tahun atau lebih.

Rekomendasi:
1. Sealant sebaiknya ditempatkan dalam pit dan fisur gigi berdasar resiko karies pasien, bukan usia pasien atau waktu sejak gigi erupsi.
2. Sealant sebaiknya ditempatkan pada permukaan yang dianggap resiko tinggi atau permukaan yang telah memperlihatkan lesi karies baru untuk menghambat proses lesi. Tindakan lanjutan, seperti pada semua perawatan gigi sangat disarankan.
3. Metode penempatan sealant sebaiknya memasukkan pembersihan pit dan fisur dengan hati-hati tanpa menghilangkan banyak enamel. Beberapa situasi bias mengindikasikan penggunaan teknik enameloplasty minimal.
4. Lapisan bonding bahan hidrofilik viskositas-rendah, sebagai bagian atau dibawah sealant, sangat disarankan demi retensi jangka panjang dan efektivitas.
5. Material glass ionomer dapat digunakan sebagai sealant transisi.

Semen glass ionomer
Glass ionomer telah digunakan sebagai semen restorative, base/penggaris kavitas, dan semen luting. Awalnya glass ionomer sulit digunakan, karena resisten yang buruk dan rapuh. Kemajuan dari formula glass ionomer membawa pada property yang lebih baik, termasuk pembentukan resin glass ionomer-modifikasi. Produk ini menunjukkan peningkatan dalam karakteristik penanganan, menurunnya setting time, meningkatkan kekuatan dan meningkatkan daya tahan pakai. Glass ionomer memiliki beberapa kandungan yang membuatnya baik digunakan pada anak-anak:
1. Ikatan kimua terhadap enamel dan dentin
2. Ekspansi termal serupa struktur gigi
3. Biokompatibilitas
4. Ringan dan melepas fluoride
5. Menurunkan sensitivitas bila dibandingkan dengan resin
Glass ionomer hidrofilik dan lembab, tidak basah, lingkungan sedangkan resin dan adhesive sangat terpengaruh bila ada air. Karena kemampuannya melekat, menutup dan melindungi, glass ionomer kadang digunakan sebagai bahan pengganti dentin. Glass ionomer memiliki koefisien ekspansi termal serupa dentin.
Glass ionomer modifikasi resin telah meningkatkan daya tahan pakai glass ionomer yang asli dan merupakan restorasi yang tepat untuk gigi susu. Pada gigi permanent, komposit berbasis resin memerlukan estetik yang lebih baik dan daya tahan pakai yang lebih dari glass ionomer. Glass ionomer dan “teknik sandwich” resin dikembangkan dengan berdasar pada kandungan fisik terbaik untuk tiap komponennya. Glass ionomer digunakan untuk sebagai pengganti dentin karena kemampuannya untuk menutup dan melekat saat dilapisi dengan resin permukaan karena daya tahan pakai dan estetik yang lebih baik.
Fluoride dilepaskan dari glass ionomer dan diterima oleh sekeliling enamel dan dentin, menghasilkan gigi yang lebih tahan terhadap serangan asam. Studi telah memperlihatkan bahwa pelepasan fluoride dapat bertahan setidaknya 5 tahun. Glass ionomer dapat bertindak sebagai reservoir/gudang fluoride, sama halnya pasta gigi, obat kumur, dan aplikasi fluoride topical. Perlidungan fluoride ini berguna pada pasien resiko tinggi karies, membawa pada penggunaan glass ionomer sebagai semen luting untuk SSCs, space maintainer dan pita ortodontik.
Aplikasi lain glass ionomer dimana pelepasan fluoride memiliki keuntungan untuk restorasi terapetik sementara (ITR) dan teknik restorasi alternative (atraumatik) (ART). Prosedur ini memiliki teknik yang serupa namun tujuan terapetik yang berbeda. ITR bias digunakan untuk pasien dengan usia yang sangat muda, pasien yang tidak kooperatif, atau pasien dengan kebutuhan perawatan khusus dimana prepasasi kavitas konvensional tradisional sulit dilakukan atau harus ditunda. Selain itu, ITR dapat digunakan untuk control karies pada anak-anak dengan lesi karies terbuka yang banyak, sebelum restorasi pasti pada gigi. ART disahkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dan asosiasi internasional untuk penelitian dibidang dental, ditujukan untuk memugar dan melindungi gigi pada populasi yang hanya memiliki sedikit akses ke perawatan gigi tradisional dan berfungsi utama sebagai perawatan pasti.
Prosedur ini melibatkan pembuangan jaringan lunak gigi menggunakan instrument tangan atau instrument putar kecepatan-rendah dengan hati-hati untuk tidak membuka pulpa bila kariesnya dalam. Kebocoran restorasi dapat diminimalkan bila struktur gigi yang rusak dihilangkan dari perifer preparasi. Setelah preparasi, gigi di tambal dengan bahan retorasi adhesive, misalnya semen glass ionomer selp setting atau modifikasi resin. Telnik ini telah menunjukkan dapat menurunkan level bakteri rongga mulut (misalnya mutans streptococci, lactobacilli) dalam kavitas oral. Kesuksesan terbaik saat teknik ini diaplikasikan pada satu permukaan restorasi yang kecil. Preparasi kavitas yang tidak adekuat dengan kebocoran sesudahnya dan bagian yang tidak cukup dapat menyebabkan kegagalan.
Rekomendasi:
Glass ionomer dapat direkomendasikan sebagai :
1. semen luting,
2. dasar dan garis kavitas,
3. Restorasi klas I, II, II, dan V pada gigi susu,
4. Restorasi klas III dan IV pada gigi permanent pasien resiko tinggi atau gigi yang tidak bias diisolasi,
5. Kontrol karies dengan :
a. pasien resiko tinggi,
b. perbaikan restorasi,
c. ITR,
d. ART.

Komposit berbasis resin
Komposit berbasis resin merupakan bahan rsetoratif estetik yang digunakan untuk gigi posterior dan anterior. Ada berbagai produk resin dipasaran, masing-masing mempunyai kandungan fisik yang berbeda dan karakteristik penanganan sesuai komposisinya. Komposisi berbasis resin diklasifikasikan sesuai dengan ukuran pengisinya, karena ukuran pengisi mempengaruhi estetik/kemampuan polish, keda;aman polimerisasi, penyusutan polimerisasi dan kendungan fisik. Resin mikro-filled mempunyai ukuran pengisi kurang dari 0.1 mikron. Ukuran partikel mini-filled berkisar antara 0.1 hingga 1 mikron. Partikel resin ukuran sedang berkisar dari 1 hingga 10 mikron. Partikel makro-filled berkisar antara 10 sampai 100 mikron. Ukuran partikel pengisi yang lebih kecil menghasilkan kemampuan polish dan estetik yang lebih baik, sedangkan ukuran yang lebih besar mempunyai kekuatan. Resin hybrid dikombinasikan dengan campuran partikel berbagai ukuran untuk meningkatkan kekuatan dan menahan estetik. Aresin mengaliir memiliki presentasi pengisi volumetric disbanding resin hybrid. Partikel resin kecil, filled tinggi menunjukkan karakteristik pakai yang lebih baik.
Komposit berbasis resin membolehkan praktisi menjadi konservatif dalam preparasi gigi. Dengan karies pit dan fisur yang minimal, struktur karies gigi dapat dihilangkan dan ditambal untuk menghindari penghilangan struktur jaringan sehat tradisional “perluasan untuk perlindungan”. Teknik restorasi dengan penutupan preventif sisa gigi telah dijelaskan sebagai restorasi resin preventif.
Resin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penempatan dan teknik yang lebih sensitive dari amalgam. Dalam kasus dimana bisa dilakukan isolasi atau pasien kooperatif, komposit berbasis resin bisa jadi merupakan bahan restorative pilihan.
Rekomendasi:
Indikasi:
Komposit berbasis resin diindikasikan untuk:
1. Karies pit dan fisur klass I dimana restorasi resin preventif konservatif tepat untuk dilakukan,
2. Karies klass I yang meluas ke dentin,
3. Retsorasi klass II pada gigi susu yang tidak meluas diluar sudut garis proksimal,
4. Restorasi klass II pada gigi permanent yang meluas kira-kira satu tiga hingga satu setengah panjang intercuspal bukolingual gigi,
5. Restorasi klass III, IV, V gigi susu dan gpermanen.
Kontraindikasi :
Komposit berbasis resin bukan pilihan restorasi pada situasi seperti berikut:
1. Bila gigi tidak bisa diisolasi untuk kontrol kelembapan,
2. Individu yang membutuhkan retorasi permukaan multipel dan besar pada posterior gigi susu,
3. Pasien resiko tinggi yang memiliki karies multiple dan/atau gigi demineralisasi dan oral hygiene buruk.
Restorasi amalgam
Amalgam gigi telah digunakan untuk memugar gigi sejak 1880an. Kelebihan amalgam (misalnya mudah dimanipulasi, durasi, harga relative murah, sensitivitas teknik yang kurang disbanding material lainnya) sangat berperan pada popularitasnya. Warna bahan restorasi yang tidak estetik telah menyebabkan penurunan dalam penggunaannya.
Durabilitas restorasi amalgam telah ditunjukkan diberbagai studi. Studi restorasi yang tidak sempurna memperlihatkan adanya kesalahan operator yang memainkan peran signifikan pada durabilitas restorasi. Contohnya pada retorasi klas II dimana boks proksimal besar dan ismus intercusp tajam/sempit, restorasi ditekan dan dapat menyebabkan fraktur. Pada gigi susu, studi telah menunjukkan bahwa restorasi 3-permukaan-mesial-oklusal-distal (MOD) dapat digunakan tapi SSCs lebih tahan lama. Pada molar susu, usia pasien mempengaruhi ketahanan restorasi. Pada anak usia 4 atau lebih muda, SSCs memiliki tingkat kesuksesan dua kali dari amalgam.
Keputusan untuk menggunakan amalgam harus berdasarkan kebutuhan individu pasien. Restorasi amalgam kadang menghilangkan struktur gigi sehat demi pencapaian daya tahan dan retensi yang adekuat. Bahan restorasi resin dan glass ionomer mungkin merupakan pilihan yang lebih baik untuk restorasi konservatif, demi mempertahankan struktur gigi sehat. SSCs lebih direkomendasikan untuk gigi susu dengan pulpotomi. Amalgam klas I dapat digunakan bila dinding enamel dapat menahan tekanan oklusal dan gigi diramalkan akan eksfoliasi dalam 2 tahun. SSCs merupakan pilihan yang baik pada pasien dengan kondisi yang buruk dan kurang bisa untuk tindakan lanjutan jangka panjang.
Rekomendasi:
Amalgam gigi direkomendasikan untuk :
1. Restorasi klas I pada gigi susu dan permanent,
2. Restorasi klas II pada molar susu dimana preparasi tidak meluas diluar garis sudut proksimal,
3. Restorasi klas II pada premolar dan molar permanent,
4. Restorasi klas V pada gigi susu dan permanent posterior.


Restorasi mahkota besi stainless
Mahkota besi stainless adalah mahkota cetakan pabrik yang diadaptasikan di gigi dan disemen dengan agen luting biokompatibel. SSC sangat tahan lama, tidak mahal, membutuhkan sensitivitas teknik yang minimal saat penempatan, dan dapat menutupi keseluruhan korona.
SSCs diindikasikan untuk restorasi gigi susu dan permanent dengan karies, dekalsifikasi servikal, dan atau kerusakan perkembangan (misalnya hipoplasia, hipokalsifikasi), saat terjadi kegagalan perawatan dengan bahan restorasi lain (misalnya karies interproksimal meluas keluar garis sudut, pasien dengan bruksisme), setelah pulpotomi atau pulpektomi, untuk memugar gigi susu dan digunakan sebagai jembatan untuk space maintainer, atau untuk restorasi intermedua gigi fraktur.
Pada anak resiko tinggi karies, perawatan pasti gigi susu dengan SSCs lebih baik daripada restorasi intrakorona multi permukaan. Ulasan literature membandingkan SSCs dan amalgam klas II menyimpulkan bahwa, untuk restorasi multi permukaan gigi susu, SSCs lebih baik daripada amalgam. SSCs memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi disbanding amalgam pada usia dibawah 4 tahun.
Penggunaan SSCs harus dipertimbangkan pada pasien dengan peningkatan resiko karies sekaitan dengan umur, perilaku, dan riwayat kesehatan. Pasien ini kadang menerima perawatan dibawah pengaruh sedasi atau anestesi umum. Untuk pasien dengan masalah kesehatan yang tidak terkait usia, SSCs biasanya lebih tahan lama dan menurunkan penggunaan sedasi atau anestesi umum yang dapat meningkatkan biaya dan resiko.
SSCs dapat diindikasikan untuk memugar gigi anterior dalam kasus karies multi permukaan yang melibatkan ujung insisal, setelah terapi pulpa, bila ada hipoplasia, dan bila kurang control kelembapan. Bila dibutuhkan estetik, dapat diganti dengan komposit berbasis resin (teknik open-faced). Beberapa merk SSCs gigi susu telah tersedia dengan veneers warna-bentuk gigi. Veneer SSCs bisa lebih sulit diadaptasikan dan mudah fraktur atau hilangnya facing.
Rekomendasi:
1. Anak yang memperlihatkan karies gigi anterior resiko tinggi dan/atau karies molar dapat dirawat dengan SSCs untuk melindungi permukaan gigi beresiko.
2. Anak dengan lubang yang besar, lesi yang besar, atau lesi multi permukaan pada molar susu harus dirawat dengan SSCs.
3. Pertimbangan kuat harus dilakukan untuk penggunaan SSCs pada anak yang membutuhkan anestesi umum.

Restorasi veneer porselen atau resin labial
Restorasi veneer porselen atau resin adalah lapisan tipis bahan restorasi yang berikatan dengan seluruh fasial atau permukaan bukal gigi. Restorasi veneer diperhitungkan pada konservatif minimal, bila preparasi gigi diperlukan. Veneer porselen biasanya ditempatkan pada gigi permanent.
Rekomendasi:
Veneer dapat diidikasikan untuk restorasi gigi anterior dengan fraktur, kerusakan perkembangan, diskolorisasi intrinsic, dan/atau kondisi estetik lainnya.

Restorasi mahkota porselen-melebur-dengan-logam atau cetak penuh
Cetakan atau mahkota porselen-melebur-dengan-logam adalah restorasi cekat yang menggunakan logam untuk bentuk anatomi yang diinginkan atau substruktur logam dileburkan dengan veneer porselen keramik. Mahkota disementasikan dengan semen luting biokompatibel.
Rekomendasi:
Mahkota logam cetakan penuh atau mahkota porselen-melebur-dengan-logam dapat berguna pada gigi permanent yang telah erupsi sepenuhnya dan tepi gingival dewasa untuk :
1. Gigi yang memiliki kerusakan perkembangan, karies meluas atau kehilangan struktur akibat trauma, atau perawatan endodontik.
2. Sebagai jembatan pada protesa cekat.
3. Untuk restorasi implant satu gigi.

Restorasi prostetik cekat untuk gigi hilang
Restorasi prostetik cekat menggantikan 1 atau lebih gigi hilang pada gigi geligi susu, permanent atau transisi. Restorasi ini mendekati gigi asli, akar gigi, atau implant dan tidak dapat dipindahkan oleh pasien. Pertumbuhan harus dipertimbangkan saat menggunakan restorasi cekat dalam mengembangkan gigi geligi.
Rekomendasi:
Restorasi prostetik cekat untuk menggantikan 1 atau lebih gigi dapat diindikasikan untuk:
1. Mengembalikan estetik,
2. Mempertahankan ruang lengkung atau integritas dalam perkembangan gigi,
3. Menjaga atau mengkoreksi kebiasaan bernahaya atau
4. Mengembalikan fungsi.

Alat prostetik lepasan/removable
Alat prostetik removable diindikasikan untuk penggantian 1 atau lebih gigi pada lengkung gigi untuk menjaga efisiensi mastikasi, melindungi atau koreksi kebiasaan berbahaya atau kelainan pengucapan, menjaga ruang lengkung pada perkembangan gigi, atau obturasi congenital atau cacat struktur orofasial.
Rekomendasi:
Alat prostetik lepasan dapat diindikasikan pada gigi susu,bercampur atau permanent saat gigi hilang. Alat prostetik lepasan dapat digunakan untuk:
1. Mempertahankan ruang,
2. Obturasi congenital atau ada cacat,
3. Mengembalikan estetik atau fungsi oklusal atau
4. Memfasilitasi perkembangan bicara atau memberi makan bayi.

Minggu, 21 November 2010

Endodontic imaging as an aid to forensic personal identification

Laporan Kasus
GAMBARAN ENDODONTIK SEBAGAI ALAT BANTU UNTUK
IDENTIFIKASI FORENSIK PERORANGAN
(Endodontic imaging as an aid to forensic personal identification)

Abstrak
Identifikasi dengan cara membandingkan gigi dari catatan orang yang dilaporkan hilang dengan gigi geligi dari orang yang ditemukan meninggal, bergantung pada pengenalan dari kesesuaian gambaran umumnya,dimana tidak terdapat diskrepansi antara keduanya yang tidak dapat dijelaskan. Walaupun pencatatan dental record secara umum dilakukan untuk tujuan diatas, namun penulis meyakini bahwa cara tersebut tidak bisa dijadikan dasar utama dalam proses identifikasi hal ini dikarenakan hasilnya tidak langsung diperoleh dari individu yang bersangkutan, dan berpotensi terjadi kesalahan, ketidakakuratan dan kesalahan interpretasi. Bagaimanapun suatu gambar merupakan pencitraan langsung dari benda fisik dan merupakan metode obyektif dalam proses pencatatan informasi. Radiografi merupakan gambar yang dapat memperlihatkan gambaran morfologi gigi yang unik, jaringan disekitar gigi serta detail fisik dari perawatan gigi sebelumnya yang menyebabkan terjadinya perubahan dari gigi geligi. Pengambilan radiografi post-mortem sebagai duplikat, hasilnya sangat mendekati dari hasil radiografi yang dilakukan saat ante-mortem, metode perbandingan yang dilakukan dengan teliti, dapat meningkatkan hasil dari nilai probativnya.Dalam konteks ini radiografi endodontik post-treatment memperlihatkan banyak sumber fakta yang dapat diperoleh dari tiap individu, khususnya karena hasil dari perawatan restorasi endodontik sangat kecil frekuensi terjadinya perubahan apabila dibandingkan dengan kasus pada restorasi intra-coronal. Penulis mengilustrasikan macam-macam teknik dengan beberapa serial kasus dan menbahas mengenai parameter keberhasilannya.

Pendahuluan
Pada pemeriksaan korona, proses identifikasi orang yang meninggal memiliki peran yang sangat penting hal ini disebabkan karena sertifikat kematian dan dokumen lainnya tidak dapat dikeluarkan sampai pihak koroner merasa puas akan hasil dari identifikasi identitas orang tersebut. Seringnya proses identifikasi ini tidak menimbulkan kontroversi dan identifikasi visual, umumnya dilakukan oleh keluarga, teman maupun kolega dari orang yang meninggal. Bagaimanapun, terdapat situasi dimana cara tersebut dalam beberapa kasus tidak disarankan dan tidak mungkin untuk dilakukan, disebabkan karena adanya luka traumatik, insinerasi,dekomposisi atau karena faktor lainnya.
Pada beberapa kasus, pemeriksaan lebih lanjut kemungkinan dibutuhkan sebagai pembanding antara orang yang meninggal dengan catatan yang diperoleh dari orang yang hilang. Berdasar atas keadaan tersebut, adanya DNA, sidik jari serta catatan odontologi forensik dapat menjadi pilihan yang secara umum dapat diterima tanpa harus dilakukan kualifikasi lebih lanjut lagi apabila dasar perbandingannya jelas dan tidak ada keraguan didalamnya. Tiga kelompok ini bagaimanapun secara kolektif dikenal sebagai “Major identifiers”.
Dalam konteks ini, tugas dari odontologis forensik adalah untuk membandingkan antara dental record dari suspek atau orang yang dilaporkan hilang dengan gambaran dari gigi geligi dan struktur mulut dari orang yang telah meninggal untuk menentukan tingkat korespondensi dan untuk memberikan pendapat ahli berdasarkan pada temuan dari pihak yang melakukan identifikasi yang bertanggungjawab menentukan hasil akhir dari proses identifikasi tersebut. Di Australia, disebut sebagai koroner.
Penulisan dental record terdiri dari dokumen yang berisi penyampaian dengan menggunakan bahasa penulis dan sering disertai dengan odontogram, gambaran mengenai keadaan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan gigi, dan detail dari prosedur perawatan gigi yang dilakukan pada pasien. Orang yang menuliskannya kemungkinan orang yang sama. Data tersebut bisa saja ditulis oleh orang yang berbeda, bukan oleh operatornya sendiri, sebagai contoh dilakukan oleh asisten gigi, dengan alasan untuk kontrol infeksi. Keadaan ini bagaimanapun dapat menyebabkan kesalahan dalam catatan, ingatan dan interpretasi, dan yang paling parah dapat terjadi adalah si pencatat menuliskan apa yang dia pikir dia dengar adalah ucapan dari orang yang dia perkirakan telah melihat atau melakukan tindakan tersebut.
Oleh karena kemungkinan terjadinya kesalahan dan tidak adanya sumber obyektif yang dapat digunakan sebagai pembanding untuk membandingkan apa yang telah dicatat, maka kemungkinan tidak terdeteksinya kesalahan tersebut bisa saja terjadi. Dalam konteks forensik, beberapa kesalahan dapat memicu kegagalan dari kebenaran identifikasi seseorang kecuali apabila ahli forensik menyadari akan keadaan ini dan memberikan pendapat konservatif yang tepat. Pada beberapa kasus, bahkan ketika tidak terdapat kesalahan, detail yang tidak memadai dicatat dalam dokumen sehingga bisa dijadikan alasan untuk dilakukannya identifikasi seseorang berdasarkan pada informasi tunggal.
Radiografi, bagaimanapun merupakan suatu gambaran yang menampilkan detail dari gambaran fisik yang dimasukkan dalam catatan. Dalam konteks forensik, dibuat catatan obyektif dari seseorang yang diperoleh secara langsung dari orang tersebut, sedangkan data yang diperoleh dari orang lain tidak dicatat, karena yang dicatat adalah detail morfologi dari semua yang telah dilihat dilapangan sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan tidak terjadi pada saat penulisan dokumen. Yang paling penting adalah bahwa dari radiografi ini dapat diperoleh duplikat yang akurat dari pasien yang sama, walaupun pengambilan gambarnya dilakukan oleh operator dan waktu yang berbeda. Gambaran radiografi bagaimanapun merupakan alat bantu yang sangat berguna dalam proses perbandingan untuk identifikasi forensik perorangan.
Untuk lebih jelasnya, semakin banyak detail dan catatan morfologi khusus yang terdapat pada gambar, maka dasar perbandingan dengan mengunakan radiografi yang mirip dengan yang diperoleh dari orang yang tidak dikenal akan semakin baik untuk menetapkan bahwa kedua gambar tersebut berasal dari orang yang sama. Perawatan gigi diindikasikan dapat meninggalkan bukti radiografi dengan detail morfologi yang unik, dan memiliki nilai probatif yang tinggi dalam suatu proses perbandingan. Dalam konteks ini, radiografi pada perawatan endodontik merupakan sumber yang sangat baik untuk menggambarkan ciri seseorang berdasarkan atas detail morfologi khususnya.

Materi dan Metode
Oleh karena ekspresi dari gambaran morfologi individual yang sangat langka dan unik tersebut, maka perawatan saluran akar menjadi sumber penting yang dapat digunakan untuk membedakan gigi geligi dan pemanfaatan lebih luasnya dapat memperlihatkan kemiripan dengan tingkat yang tinggi dalam proses identifikasi dengan melakukan perbandingan gambar. Lagi pula, pada prosedur saluran akar sering dilakukan pengambilan gambar radiografi, baik selama perawatan, selesai perawatan dan secara periodik mengikuti prosedur perawatan untuk mendapatkan catatan dari hasil perawatan tersebut. Radiografi post-treatmen umumnya dapat dimasukkan sebagai bagian dalam dental record pasien, dan secara obyektif memperlihatkan detail morfologi spesifik dari restorasi tersebut dan jaringan sekitar gigi serta sruktur jaringan pendukung yang nampak radiopak.
Tujuan dari proses pembandingan ini adalah untuk menetapkan apakah radiografi tersebut berasal dari orang yang sama (identifikasi) atau dari orang yang berbeda (ekslusi) .
Keberhasilan dari teknik ini bergantung pada tingkat kemiripan dari parameter yang diambil berdasarkan atas perbandingan antara dua gambar (ante-mortem dan post-mortem). Pemeriksaan radiografi ante-mortem memberikan informasi mengenai posisi dari film/sensor, posisi tube, pencahayaan gambar dan kemunginan pembesaran atau distorsi dari gambar yang diambil. Keseluruhan dari parameter tersebut diperlukan untuk mereproduksi seakurat mungkin radiorafi post-mortem yang ditujukan untuk dilakukannya perbandingan langsung dari gambar tersebut. Kasus 1 mengilustrasikan akibat dari tidak diduplikasikannya posisi tube X-ray dan sensor secara benar pada kasus post-mortem.
Untuk mendapatkan tingkat akurasi dalam reproduksi gambar umumnya dibutuhkan pengambilan beberapa gambar post-mortem untuk mendapatkan gambar asli yang memuaskan. Pemeriksaan awal pada radiografi pertama selalu diikuti dengan perkiraan mengenai morfologi perawatan akar, penambalan dan morfologi gigi yang cukup mirip sehingga eksklusi dapat ditentukan pada tahap ini. Jika tidak di lakukan eksklusi, maka pengambilan radiografi selanjtnya dapat dilakukan sampai diperoleh suatu perbandingan gambar dengan hasil yang memuaskan.
Kesulitan dalam memperoleh hasil radiografi post-mortem yang sempurna seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengabaikan hasil gambar tersebut. Adanya trauma dapat menyebabkan perubahan mendasar dari bentuk tubuh dan posisi, dan ini menyebabkan penempatan tube X-ray atau sensor radiografi sangat sulit untuk dilakukan. Orang yang terbakar umumnya mengalami kontraksi otot yang parah sehingga menyebabkan tertekuknya anggota badan dengan posisi ketegangan yang parah. Anggota tubuh tersebut cenderung menyebabkan terbatasnya akses untuk penempatan tube X-ray. Lebih lanjut, gigi dan rahang yang terbakar menjadi sangat rapuh, dan usaha-usaha unuk memotong rahang atau gigi dapat menyebabkan hilangnya struktur pendukung gigi, sehingga menjadi pertimbangan dalam hasil identifikasi. Salah satu penulis (AFS) menemukan bahwa penggunaan alat hand-held X-ray dapat membuat proses ini menjadi lebih sederhana dan hasilnya kemungkinan secara signifikan menjadi berkualitas. Beberapa perangkat alat sekarang sudah umum digunakan oleh odontologi forensik di kamar mayat Australia dan pada skenario bencana massal.
Kesulitan selanjutnya adalah apabila terjadi kesalahan besar dalam teknik reproduksi radiografi post-mortem sehingga berpengaruh pada hasil radiografi pasien. Keadaan ini memberikan tantangan yang besar dan membutuhkan pengetahuan yang baik tentang radiografi sehingga dapat mengetahui dimana letak kesalahannya dan dapat membuat ulang gambar radiografi tersebut. Tujuannya bukanlah untuk mendapatkan radiografi yang sempurna dari orang meninggal tapi sebagai simulasi yang dimasukkan dalam catatan pasien.
Ketika hasil dari perbandingan antara gambar ante-mortem dan post-mortem telah dicapai, maka hasil tersebut dapat dijadikan pembanding dalam memperkirakan kemungkinan bahwa catatan dari gambar tersebut berasal dari orang yang sama, sehingga dapat dibuat dasar obyekit untuk pendapat ahli yang nantinya akan diserahkan pada koroner.
Proses perbandingan kemungkinan terdiri dari perbandingan visual (kasus 1dan 2) atau radiografi yang memperlihatkan kemiripan dengan cara superimposisi (kasus 3). Idealnya, proses subtraksi gambar digunakan untuk memperlihatkan susunan antara kedua gambar (kasus 4) apabila radiograf ante-mortem dan post-mortem memperlihatkan tingkat kemiripan yang dibutuhkan. Pada semua kasus, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendemonstrasikan dasar obyektif dari suatu opini, sehingga diperoleh kepuasan dari aturan dasar mengenai barang bukti untuk mendukung proses hukum.

Hasil
Terdapat empat kasus yang dipilih dari catatan Odontologi Forensik yang merupakan bagian dari Queensland Health Forensic and Scientific Services (QHFSS), yang menggunakan perbandingan restorasi endodontik sebagai bagian dari proses identifikasi. Dimana ditampilkan gambar yang tidak teridentifikasi dan yang teridentifikasi ,yang nampak pada kasus 1-4 dibawah ini :

Kasus 1 (Gambar 1)
Radiografi dari orang yang hilang nampak pada sebelah kiri sedangkan radiografi dari orang yang meninggal berada pada sebelah kanan. Laporan singkat catatan tangan dan gambaran radiografi gigi diperoleh dari catatan orang hilang. Pemeriksaan radiografi ini dilakukan berdasarkan pada perawatan saluran akar gigi incisivus lateral kiri atas. Koresponden dari radiografi post-mortem memperlihatkan adanya kemiripan morfologi antara bentuk umum dari kedua gambar tersebut.



(a). Radiografi periapikal pada orang hilang. (b). Korespondensi radiografi periapikal dari orang yang meninggal

Sementara itu adanya kemiripan dari kedua barang bukti tersebut dapat menjadi pendukung dari pendapat yang menyatakan bahwa kedua gambar tersebut diperoleh dari orang yang sama, perbedaan dari posisi tube dan sensor radiografik pada saat pengambilan gambar dari kedua radiografi tersebut tidak menjadi masalah untuk dilakukan perbandingan langsung dengan cara superimposisi.

Kasus 2 (Gambar 2)



Radiografi dari orang yang hilang nampak pada sebelah kiri, sedangkan radiografi dari orang yang meninggal pada sebelah kanan. Insiden traumatik yang dialami menyebabkan terjadinya kematian, orang yang meninggal tersebut menderita fraktur maksila dan mandibula yang parah, dirasa bahwa manipulasi rahang yang dilakukan dapat menyebabkan kerusakan gigi lebih lanjut. Dari dental record yang diperoleh berisi beberapa gambaran radiografi termasuk salah satunya yang ditampilkan dibawah ini (sebelah kiri). Radiografi koresponden dari orang yang meninggal diambil tanpa menggangu posisi gigi atau rahang dan perbandingan kedua gambar tersebu dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 2 (kasus 2) – (a) Radiografi periapikal dari orang hilang (b) koresponden radiografi periapikal dari orang yang meninggal

Akses post-mortem pada orang yang meninggal ini dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga barang bukti dan oleh karena itu posisi tube dan sensor film yang digunakan untuk mendapatkan gambar radiografi dari pasien tidak dapat mereproduksi dengan sempurna, yang hasilnya memperlihatkan tampilan restorasi yang berbeda antara kedua gambar sehingga dibutuhkan interpretasi yang sangat hati-hati sebelum diambil keputusan. Dalam kasus ini, perbandingan visual dari konstelansi gambaran individual pada dua gambar radiografi yang meliputi gambaran restorasi endodontik, radicular dan anatomi tulang serta restorasi mahkota gigi, dirasa cukup untuk memastikan bahwa data tersebut memang diperoleh langsung dari orang yang sama, namun tidak dapat diperlihatkan ketelitiannya, hal ini dapat mengingatkan kembali mengenai dasar opini identifikasi berdasarkan kehati-hatian interpretasi dan kemungkinan dapat ditolaknya hasil identifikasi tersebut dalam pengadilan. Untungnya, radiografi ante-mortem lainnya dari kuadran gigi yang berbeda dapat diterima dan dapat mengkorfimasi ketelitian dari pendapat tersebut (gambar tidak ditampilkan).
Dalam kasus ini diilustrasikan secara jelas mengenai sulitnya untuk melakukan perbandingan gambar radiografi yang diambil dengan posisi penempatan tube X-ray dan sensor radiografi yang berbeda, sehingga menyebabkan terdapat perbedaan hasil radiografi. Disini digaris bawahkan bahwa untuk membuat suatu duplikat sangatlah penting untuk dapat menempatkan posisi tube X-ray dan sensor radiografi sedekat mungkin menyamai parameter posisi antara gambar ante-mortem dan post-mortem sebelum dilakukan proses perbandingan. Ketika satu gambar radiografi diperbandingkan dengan objek yang sama namun diambil dalam kondisi yang berbeda, akan semakin nampak terlihat bahwa suatu benda yang sama terlihat berbeda dari gambar yang lainnya.
Telah digarisbawahkan pula bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan akan semakin tinggi apabila melakukan perbandingan radiografi post-mortem dengan catatan pasien, kemungkinan akan lebih kecil apabila diperbandingkan dengan radiografi ante-mortem, walaupun cara tersebut sering digunakan apabila radiografi ante-mortem tidak layak untuk digunakan. Pada kasus tipe ini, penulis lebih mengindikasikan melakukan perbandingan yang konsisten dengan catatan ante-mortem yang berasal dari orang yang sama (identitas yang konsisten) dibandingkan dengan dari rekomendasi yang dilakukan oleh orang lain yang berasal dari orang yang sama (identitas yang dibuat).
Keberhasilan parameter duplikasi dari radiografi ante-mortem dan post-mortem diizinkan untuk digunakan dalam melakukan teknik perbandingan yang teliti diilustrasikan pada kasus 3 dan 4.

Kasus 3 (Gambar 3 dan 4)
Orang yang telah meninggal secara bertahap mengalami proses pembusukan sehingga tidak dapat diidentifikasi secara visual. Catatan dental record orang yang hilang diperoleh dari polisi dan perbandingan catatan ini dengan gambaran gigi dari orang yang meninggal memperlihatkan konsistensi yang lengkap. Radiografi periapikal (gambar 3a) juga diperoleh dari catatan dental record dan dari gambar tersebut terlihat adanya perawatan saluran akar yang komplit pada gigi 16. Radiografi koresponden dari orang yang meninggal (gambar 3b) memperlihatkan adanya perawatan saluran akar pada gigi 16, dimana memperlihatkan bahwa kedua gambar tersebut berasal dari orang yang sama, berdasarkan konfirmasi obyektif dari identitas. Kemiripan dari gambaran tersebut dapat diperlihatkan secara berurutan dengan melakukan superimposisi gambar, yang memperlihatkan tingkat ketepatan dari barang bukti berdasarkan pendapat ahli yang dikeluarkan oleh korona.



Gambar 3 (kasus 3)- (a) radiografi periapikal dari orang hilang (b) korespondensi radiografi periapikal dari orang yang meninggal



Gambar 4 (kasus 3 superimposisi) – (a) opaksitas 100%. (b) opaksitas 80&. (c) opaksitas 60%. (d) opaksitas 40%. (e) opaksitas 20%. (f) opaksitas 0%. Superimposisipada radiografi orang yang meninggal diletakkan diatas radiografi orang hilang. Opaksitas dari radiografo post-mortem secara cepat menurun, memperlihatkan hubungan yang dekat antara kedua gambaran tersebut termasuk restorasi endodontiknya.

Kasus 4 (Gambar 5)
Pada perbandingan gambar yang disubtraksi, radiografi ante-mortem dan post-mortem dilakukan teknik superimposisi. Dua lapisan teratas dari gambar tersebut diubah kedalam bentuk negatif film dan kemudian opaksitas dari gambar dikurangi sampai gambaran umum dari kedua gambar tersebut terlihat. Dalam proses ini hasilnya memperlihatkan gambar netral berwarna abu-abu yang sempurna. Pada situasi sebenarnya, bagaimanapun, sangat langka untuk mendapatkan koresponden yang sempurna antara dua gambar yang diambil pada waktu yang berbeda dalam keadaan yang berbeda serta menggunakan alat yang berbeda, namun tetap dapat dilakukan dengan cara menghilangkan gambaran umum yang dapat menggangu hasil dari tingkat kemiripan antara keduanya. Seperti pada keadaan yang diperlihatkan dalam gambar 5, yang mengindikasikan bahwa radografi ante-mortem dan post-mortem tersebut diperoleh dari orang yang sama.



Gambar 5 (kasus 4) – (a) Radiografi ante-mortem (b) Radiografi post-mortem (c) Gambar yang disubtraksi

Pembahasan
Berdasarkan atas proses intevistigasi polisi yang sering dilakukan untuk identifikasi forensik, sebagian dari orang yang dilaporkan menghilang identitasnya akan dimasukkan kedalam kandidat orang yang ditemukan meninggal. Odontologi forensik kemudian bertugas untuk membandingkan beberapa dental record dari orang hilang dengan gambaran gigi dari orang yang meninggal untuk mengetahui apakah keduanya berasal dari orang yang sama.
Jadi gambaran gigi dari orang yang meninggal tidak harus diperbandingkan dengan semua orang yang ada dibumi ini, hanya perlu dilakukan perbandingan satu banding satu dan kemungkinan hasil yang dperoleh adalah sebagai berikut :
1. Kepastian identitas : seluruh gambaran gigi dari kedua catatan memperlihatkan susunan yang komplit dengan tidak adanya diskrepansi yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan atas obyektivitas seperti perbandingan gambar. Dengan begitu identitas dapat dipastikan tanpa adanya gangguan yang berarti.
2. Konsistensi identitas : seluruh dental record memprlihatkan susunan dengan tidak adanya diskrepansi yang tidak dapat dijelaskan, namun jumlah gambar tidak cukup untuk mendapatkan nilai probativ yang cukup untuk dilakukannya perbandingan dengan kemungkinan gangguan yang dapat terjadi pada identitas. Di Queensland, penulis juga menggunakan kategori ini apabila hanya terdapat catatan yang layak tanpa adanya beberapa gambar atau gambar yang dapat mendukung nilai probativ yang dapat meningkatkan kasus ke tingkat pertama berdasarkan kurangnya data.
3. Kemungkinan identitas : proses identifikasi tidak dapat dieksklusi dari informasi dasar, namun dapat dilakukan pada temuan yang tidak cukup kuat. Nilai dari suatu temuan adalah apabila temuan tersebut tidak menutupi pilihan untuk dilakukannya pencatatan dental record lanjutan oleh bagian investigasi polisi atau apabila terdapat metode identifikasi lain yang dilakukan dengan cara yang sama sehingga dapat dieksklusi.
4. Kurangnya informasi : kurangnya informasi yang digunakan sebagai dasar opini. Sekali lagi, keadaan ini tidak menjadi penghalang dalam pemanfaatan dental record atau penggunaan penggunaan metode identifikasi yang berbeda; dan
5. Eksklusi : dua set dental record yang sudah jelas berasal dari orang yang berbeda. Tidak dilakukan investigasi lanjutan kedalam orang yang hilang karena proses ini memerlukan suatu metode perbandingan dengan orang yang meninggal, dan keadaan ini secara jelas memperlihatkan perlunya investigasi lebih lanjut untuk mengetahui identitas orang tersebut.
Di Queensland, penulis tidak akan mengindikasikan identitas yang diperoleh tanpa dilakukannya perbandingan gambar, kecuali terdapat barang bukti yang tidak biasa yang dapat memperkuat opini yang diberikan dimana secara umum kebanyakan dari penulisan dental record tidak dapat menghasilkan data yang dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk menjamin kereabilitasan dari hasil yang diperoleh.
Pada kasus yang ideal, radiografi post-mortem diambil dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada gambar ante-mortem sehingga gambar yang diperoleh merupakan duplikat yang mendekati gambar ante-mortem. Pada beberapa keadaan, kemiripan antara dua gambaran tersebut dapat diperlihatkan dengan cara superimposisi dan pada kasus yang baik digital subtraksi umumnya digunakan pada kedua gambar tersebut.
Sementara itu beberapa perbandingan memberikan hasil yang baik,dimana perawatan saluran akar dimasukkan sebagai tambahan dimensi dalam proses perseorangan. Anatomi ruang pulpa gigi seseorang dapat dipaparkan dengan cara melihat morfologi ruang pulpa pada mahkota gigi, jumlah dan lokasi saluran akarnya, serta panjang saluran akar dan morfologinya. Jumlah saluan akar pada sistem saluran akar tidak selalu konsisten; dimana akar mesiobukal pada gigi molar rahang atas selalu memilki saluran akar kedua, incisivus centralis rahang bawah biasanya memiliki dua saluran akar, premolar rahang bawah kemungkinan memiliki beberapa saluran akar seperti yang mungkin terjadi pada molar rahang bawah dan banyak variasi yang terdapat pada morfologi saluran akar dari premolar rahang atas. Selain itu variasi dari saluran akar yang meliputi panjang, kurvatura dan konfigurasi saluran akar lainnya seperti saluran C-shaped, memberikan banyak gambaran yang berbeda dari sistem saluran akar dimana berbeda-beda pada setiap orang. Perawatan endodontik gigi memiliki potensi yang besar dalam memberikan informasi perorangan dibandingkan pada perawatan gigi non-endodontik, dan hasilnya dapat memberikan banyak sumber data dalam perbandingan gambar.
Pengisian saluran akar dasar terdiri dari semen sealer dan bahan isi, yang umumnya menggunakan gutta-percha. Bahan isi lainnya adalah silver point dan bahan isi berbasis resin. Zinc-oxide eugenol, resin, glass ionomer, silicone dan calcium hydroxide merupakan kelompok klasifikasi dari sealer endodontik. Obturasi saluran akar, dan post-preparation anatomi, akan memperlihatkan gambaran radiopak dari bahan tersebut pada radiografi post-treatment.
Gigi yang membutuhkan perawatan endodontik biasanya juga memiliki kehilangan struktur mahkota gigi sehingga juga membutuhkan dilakukannya restorasi yang kompleks. Seharusnya gigi yang mengalami kehilangan struktur mahkota berhubungan dengan kondisi patologi dan perawatan endodontik, sehingga umumnya gigi posterior diindikasikan untuk dilakukan perawatan restorasi mahkota. Post endodontik diindikasikan pada beberapa keadaan. Restorasi post ini kemungkinan dapat bersifat aktif atau pasif, taper atau pararel, dan prefabricated atau custom cast. Logam nickel-chromium, stainless steel, titanium, kceramic, zirconium dan carbon fiber merupakan bahan yang umum digunakan pada post buatan pabrik. Kompleksitas dari restorasi mahkota dan variasi dari bahan post dan core, desain dan penempatannya dapat menjadi gambaran khusus dari seseorang berdasarkan pada perawatan giginya.
Prosedur endodontik memerlukan radiografi dalam prosesnya baik pada saat diagnosi, perawatan ataupun pada saat evaluasi keberhasilan dari perawatan. Dari kesemuanya yang paling berguna untuk tujuan forensik adalah radiografi post-treatment dan restorasi endodontik lebih memiliki nilai lebih dibandingkan dengan restorasi intracoronal oleh karena sifat dari restorasi endodontik ini yang cenderung tidak perlu dilakukan perawatan ulang atau terjadinya augmentasi. Teknik radiografi yang baik dapat menghasilkan radiograf yang menggambarkan secara individual saluran akar dan mengurangi superimposisi dari struktur anatomi sehingga dapat menghasilkan gambar yang dapat dijadikan bahan evaluasi maupun bahan perbandingan radiograf saluran akar post-mortem.
Mendapatkan suatu reproduksi post-mortem yang baik untuk memberikan gambaran radiografi yang dibutuhkan dalam menguatkan suatu kasus sehingga dapat mengekspresikan opini mengenai identitas berdasarkan konstelasi dari gambaran yang unik, dimana dapat dicapai dengan mengambil lebih dari satu kuadran dari orang yang sama. Bagaimanapun, perbandingan gambar anatomi gigi dengan keberadaan restoasi giginya atau barang bukti dari perawatan gigi lebih kompleks dibandingkan dengan barang bukti lainnya. Gambaran individual dari perawatan yang tidak umum dan kompleks seperti pada restorasi endodontik dibutuhkan untuk mendapatkan dasar perbandingan yang sempurna.
Penulis bagaimanapun mengharapkan adanya hasil radiografi post-teatment yang sempurna sehingga dapat diperbandingkan dengan radiografi post-mortem dan hasil perbandingan itu dapat meningkatkan dasar barang bukti yang dapat digunakan untuk opini ahli.
Penulis sekarang secara rutin menggunakan alat CT-scan pada post-mortem yang dilakukan di QHFFS. Dengan peningkatan penetrasi dari teknologi cone-beam oleh spesialis dan dokter gigi umum, tinggal menunggu waktu sebelum akhirnya dapat mulai dilakukannya perbandingan gambar tiga dimensi, yang selanjutnya akan dapat meningkatkan hasil yang dibutuhkan.

Simpulan
Penulis menyimpulkan bahwa perawatan saluran akar memberikan banyak detail morfologi, sehingga dapat memberikan data yang banyak untuk perbandingan radiografi dari orang yang dikenal yang dilaporkan hilang dengan orang yang tidak dikenal yang ditemukan meninggal, untuk menjawab pertanyaan apakah dua gambar tersebut berasal dari orang yang sama. Jawaban positif dari pertanyaan tersebut membutuhkan proses identifikasi obyektif dari orang tak dikenal yang meninggal yang merupakan orang yang sama yang dilaporkan hilang dan kemungkinan diperlukan adanya penambahan substansi lain seperti yang terdapat pada kasus 1, dimana pada kasus tersebut sangat sedikit data yang tersedia.

Selasa, 29 Juni 2010

Effect of periodontal treatment on metabolic control, systemic inflammation and cytokines in patients with type 2 diabetes

Pengaruh perawatan periodontal terhadap kontrol metabolik, inflamasi sistemik dan sitokin pada pasien diabetes tipe 2

Abstrak
Tujuan: Tujuan studi ini adalah untuk menyelidiki pengaruh terapi periodontal pada sirkulasi konsentrasi kapsul-protein reaktif sensitivitas tinggi (hs-CRP), fibrinogen (FIB), interleukin (IL)-4, IL-6, IL8, IL-10 dan nekrosis tumor faktor-α (TNF-α) dan kontrol metabolik pada pasien diabetes melitus tipe 2 (T2DM).
Materi dan Metode: Dua puluh tiga pasien T2DM dengan periodontitis kronis dimasukkan dalam studi ini. Parameter klinis periodontal dievaluasi, disebut indeks plak yang terlihat, indeks peradarahan gingiva, berdarah saat probing, kedalaman probing dan tingkat perlekatan klinis. Contoh darah untuk plasma dikumpulkan dan dinilai untuk tingkat hs-CRP, FIB, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 dan TNF-α. Hemoglobin terglikosilasi (HbAlc) dan glukosa plasma puasa juga diukur. Parameter dievaluasi sebelum dan 3 bulan setelah terapi periodontal tanpa operasi.
Hasil : Seluruh parameter klinik secara signifikan meningkat 3 bulan setelah terapi periodontal. Perbandingan satu variabel menunjukkan kecenderungan terhadap menurunnya ukuran biomarker/tanda-tanda biologis, biasanya dinyatakan untuk TNF-α dan FIB, setelah terapi.
Kesimpulan : Suksesnya terapi periodontal tanpa operasi secara klinis ditujukan untuk mengurangi inflamasi sistemik dan konsentrasi beberapa sitokin sirkulasi.


Periodontitis adalah gangguan inflamasi yang ditandai dengan destruksi jaringan periodontal dengan kehilangan perlekatan yang berlanjut (Albandar dkk. 1999). Destruksi periodontal dimediasi-host oleh diproduksinya sitokin pro-inflamasi secara lokal sebagai respon terhadap flora bakterial dan produknya (Van Dyke & Serhan 2003). Bisa jadi bahwa produksi sitokin lokal (Prabhu dkk. 1996, Gorska dkk. 2003) dan/atau bakterimia/endotoxaemia asimtomatik tingkat-rendah (AAP 1998) mempengaruhi konsentrasi plasma biomarker pro-inflamasi. Perbedaan signifikan pada konsentrasi plasma seperti biomarker telah dijelaskan sebelumnya (Fredriksson dkk.1999, Loos dkk. 2000, Noack dkk. 2001, Buhlin dkk. 2003, Pitiphat dkk. 2008).
Periodontitis bahkan bisa memberi dampak yang lebih besar pada kondisi inflamasi sistemik individu dengan diabetes. Meningkatkan level sirkulasi interleukin (IL)-6, nekrosis tumor faktor-α (TNF-α) dan kapsul-protein reaktif sensitivitas-tinggi (hs-CRP), yang dapat memperburuk resistensi insulin sehingga merusak kontrol glikemik, telah dijelaskan di beberapa studi (Taylor dkk. 1996, Amar & Han 2003). Sehingga, penyakit periodontal dapat memberi dampak signifikan pada keadaan metabolik pada diabetes (Mealey & Oates 2006).
Pertanyaan apakah penyakit periodontal memperparah kondisi inflamasi dihubungkan dengan diabetes belum terjawab. Pada individu dengan diabetes, percobaan intervensi klinis menunjukkan reduksi signifikan pada level protein fase akut, misalnya CRP (Lalla dkk.2007) dan fibrinogen (FIB) (Christgau dkk, 1998), mengikuti terapi periodontal. TNF-α, merupakan sirokin pro-inflamasi, telah dikaitkan dengan resistensi insulin (Ling dkk. 1994, Mishima dkk 2001, King 2008) dan diabetes tipe 2 (Fernandez-Real & Ricart 2003). Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa perawatan periodontal dihubungkan dengan pemberian lokal antibiotik (Iwamoto dkk 2001, Iwamoto dkk 2003, Nishimura dkk 2003) menurunkan sirkulasi/perputaran TNF-α pada subyek dengan diabetes melitus tipe 2 (T2DM) dengan reduksi konsentrasi insulin dan tingkat hemoglobin terglikosilasi secara bertahap. Di lain pihak, beberapa studi (Al-Mubarak dkk 2002, Talbert dkk 2006, Lalla dkk 2007, O’Connell dkk 2008) melaporkan bahwa sirkulasi TNF-α tidak menurun mengikuti perawatan periodontal pada subyek dengan diabetes.
Karena penemuan dalam literatur yang kontradiksi, kami ingi mengkonfirmasi hipotesis bahwa terapi periodontal tanpa-operasi dapat mempengaruhi level sitokin sistemik pro- dan anti inflamasi (IL-6, IL-8 dan TNF-α, IL-4 dan IL-10), dan level protein fase-akut (hs-CRP dan FIB) pada pasien T2DN. Selain itu, tujuan lain adalah untuk mengevaluasi pengaruh terapi periodontal tanpa-operasi pada kontrol metabolik diabetes.

Material dan Metode
Populasi sampel dan desain eksperimental
Pasien direkrut dari Klinik Periodontitis untuk Pasien Diabetes Pada Departemen Diagnosis dan Operasi, Sekolah Kedokteran gigi Araraquara, Universitas Negeri Sao Paulo (UNESP), Brazil, antara Januari 2005 dan Oktober 2006. Studi ini dilakukan dengan sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dapat digunakan, termasuk Deklarasi Helsinki Asosiasi Kedokteran dunia, dan secara independen ditinjau dan disetujui oleh Komite Etika pada Penelitian Manusia, Sekolah Kedokteran Gigi Araraquara *UNESP, Araraquara, Brazil; Nomor protokol 60/04) dan Rumah Sakit Huddinge (Karolinska Institutet, Huddunge, Sweden; Nomor protokol 2007/384-31/2). Seluruh sukarelawan diinformasikan mengenai tujuan dan metode studi ini, dan memberikan izin tertulis mereka untuk berpartisipasi.
Sebagai kriteria inklusi, seluruh subyek yang berpartisipasi dalam studi ini harus memiliki diabetes tipe 2 dan periodontitis kronis (AAP 1999), mempunyai minimal 15 gigi asli dan mem[unyai minimal empat gigi dengan satu asisi atau lebih yang kedalaman probingnya (PD)> 5 mm, level perlekatan klinis (CAL)> 4 mm, dan perdarahan saat probing (BOP). Kriteria ekslusi yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut : riwayat terapi antibiotik dalam 6 bulan sebelum dan obat anti-inflamasi dalam 3 bulan sebelum, kehamilan atau menggunakan kontrasepsi atau bentuk hormon lainnya, perokok atau sebelumnya perokok < 5 tahun dan perawatan periodontal dalam 12 bulan sebelumnya.
Ukuran sampel dikalkulasi berdasarkan informasi sebelumnya dari studi pilot yang baru-baru ini dilakukan oleh kelompok penelitiaan kami, menggunakan relatif data terhadap perbedaan mean dan standar deviasi (SD) antara periode eksperimental (basis dan 3 bulan setelah perawatan periodontal) untuk parameter imunologi dan klinis pada pasien diabetes tipe 2 (data tidak dipublikasikan). Di estimasi bahwa dengan minimal 13 pasien diabetes tipe 2, perbedaan signifikan pada parameter klinik, perputaran TNF-α, hs-CRP dan FIB dapat dideteksi antara periode studi (basis dan 3 bulan setelah terapi periodontal tanpa-operasi), dengan 90% tenaga statistik dan 95% interval kepercayaan.
Sampel terdiri dari 23 subyek T2DM (ADA 2008). Semua pasien menggunakan agen hipoglikemik oral dan/atau insulin sesuai resep untuk perawatan diabetes mereka. Mereka dibawah pengawasan ahli endokrinologi, tanpa perubahan perawatan diabetes satu tahun sejak sebelum studi dan dibolehkan untuk menjalani perawatan periodontal oleh dokternya. Indeks massa tubuh (BMI) diestimasi dengan membagi berat tubuh (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi (dalam meter).
Seluruh pasien menjalani pemeriksaan klinis periodontal pada 6 sisi tiap gigi (molar tiga tidak dimasukkan) oleh pemeriksa tertara yang telah terlatih (κ = 0.93, data tidak ditunjukkan). Kehadiran biofilm supragingiva dan perdarahan marginal gingiva dicatat, masing-masing, dengan indeks plak yang terlihat (VPI) (Ainamo & Bay 1975) dan indeks perdarahan gingiva (GBI) (Ainamo & Bay 1975). PD, CAL dan BOP juga dievaluasi menggunakan probe Universitas Carolina Utara (Hu-Friedy, Chicago, IL, USA).

Pengujian inflamasi biomarker
Sampel darah dikumpulkan setelah tiap individu mimimal 8 jam berpuasa. FIB (mg/dl) dicatat dengan metode Clauss menggunakan perlengkapan komersil (Wiener Laboratorios A.S.I.C., Rosario, Argentina), dan hs-CRP (mg/l) dianalisa secara imunologi menggunakan perlengkapan komersial (DADE Behring, Deefield, IL, USA) sesuai instruksi pabrik.
Konsentrasi plasma IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 dan TNF-α dianalisa menggunakan teknik multiple bead (Bio=Plex system, Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA, USA) menggunakan perlengkapan sitokin manusia sensitivitas-tinggi yang tersedia secara komersil (Linco Research Inc.,St.Charles,MO,USA) dengan mengikuti instruksi pabrik. Hasilnya dikalkulasi menggunakan software khusus (Bio-Plex system, Bio-Rad Laboratories).

Kontrol metabolik
Untuk mengevaluasikontrol metabolik, konsentrasi hemoglobin terglikosilasi (HbAlc) (%) diukur dengan kromatografi cairan dayaguna-tinggi (DiaSTAT Haemoglobin Alc Analyser System, BioRad Laboratories). Glukosa plasma puasa/gula darah puasa (FPG) (ml/dl) ditentukan menggunakan metode oksidasi glukosa (Labtest Diagnostica S.A., Lagoa Santa, MG, Brazil).

Perawatan periodontal
Pasien menerima perawatan periodontal tanpa-operasi, terdiri dari instruksi higiene oral, dan scalling dan root planing dibawah anestesi lokal. Perawatan kira-kira empat sesi dalam satu bulan menggunakan instrumen manual (Gracey dan McCall Curettes, Hirschfield Files, Trinity Periodontia, Sao Paulo, Brazil). Setelah perawatan periodontal, program kontrol plak profesional dilakukan dua kali sebulan selama tiga bulan (enam sesi), terdiri dari penghilangan plak supragingiva dan instruksi ulang mengenai prosedur higiene oral.
Klinisnya, biomarker/tanda-tanda biologi inflamasi dan hasil metabolik seperti halnya pengukuran BMI dinilai pada basis dan 3 bulan setelah selesainya terapi periodontal. Selama periode eksperimental, anamnesis diperbaharui dan pasien ditanyai mengenai perubahan obat-obatan terkait terapi diabetes, menggunakan anti-inflamasi atau antibiotik dan perubahan gaya hidup, termasuk olah raga dan makanan. Semua partisipan menyelesaikan studi ini.

Analisa statistik
Untuk VPI, GBI dan BOP, persentasi sisi-sisi positif diambil per pasien, lalu nilai mean dikalkulasi pada tiap grup. Untuk PD dan CAL, kadar dalam milimeter, kontrol metabolik dan BMI, nilai mean tiap individu pertama dimasukkan lalu nilai mean dikalkulasikan untuk tiap grup. Untuk analisis biomarker inflamasi, nilai tiap individu pertama-tama dimasukkan lalu nilai median dikalkulasi untuk tiap grup.
Perubahan pada data klinis dan metabolik dihadirkan dalam mean dan SD, dan perubahan data biomarker inflamasi dihadirkan dalam nilai median dengan ukuran keragaman (quartile 25% dan 75%). Perbedaan antara periode dari data klinis, metabolik, dan imunologi dianalisa menggunakan metode statistik bukan-parametrik (Wilcoxon’s matched pairs test and signed-rank test). Koreksi Bonferroni dilakukan untuk menyesuaikan perbandingan multipel.
Korelasi dikalkulasi dengan korelasi koefisien Spearman antara variabel klinis (BOP, PD atau CAL) dan metabolik (HbAlc), variabel klinis dan imunologi (IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 atau TNF-α) dan variabel metabolik dan imunologi.
Nilai BMI dihadirkan sebagai mean dan SD, dan perbedaan antara periode dikalkulasi dengan tes-student t, sesuai distribusi data normal. Program software statistika 7.0 (StatSoft Inc., Tulsa, OK, USA) digunakan untuk menganalisa data.

Hasil
Populasi sampel
Sampel terdiri dari sembilan pria dan 14 wanita, 14 berkulit putih dan sembilan berkulit hitam, mean usia 47.5 + 7.2 tahun (kisaran 32-60 tahun) dan mean durasi diabetes 10.0 + 6.8 tahun (kisaran 1-20 tahun).
Pada seluruh sesi klinik, pasien tidak melaporkan perubahan dalam gaya hidup dan obat-obatan sehubungan terapi diabetes. Disamping itu, tidak ada pasien yang menggunakan obat-obatan antibiotik dan/atau anti-inflamasi selama periode eksperimental.
Tiga puluh sembilan persen sampel memiliki setidaknya satu komplikasi terkait diabetes, retinopati dan nefropati merupakan komplikasi yang paling sering yang terkait dengan diabetes. Lima-puluh-dua persen menggunakan agen hipoglikemik atau hanya kontrol diet, 22% menjalani perawatan insulin dan 26% dirawat dengan kombinasi insulin dan agen hipoglikemik oral.
Mean (+ SD) BMI 30.6 (+ 4.8) pada basis dan 30.0 (+ 4.6) setelah perawatan. Tidak ada perubahan signifikan setelah terapi (p = 0.681).

Penemuan klinis oral
Tabel 1 menunjukkan nilai parameter klinis pada pemeriksaan basis dan pengawasan 3 bulan. Setelah perawatan periodontal tanpa-operasi, ada peningkatan pada seluruh parameter klinis yang diawasi (p <0.05). Perawatan periodontal tidak memiliki efek yang merugikan pada pasien.
Tabel 1. Nilai mean (+ SD) untuk indeks plak yang terlihat (VPI), indeks perdarahan gingiva (GBI) dan perdarahan saat probing (BOP)
Parameter klinis
BL
3 bulan
∆ 3 bulan hingga BL †
Nilai-p
VPI (% sisi)
GBI (% sisi)
BOP (% sisi)
Mean PD (mm)
Mean CAL (mm)
Sisi yang dalam (% sisi)
Sisi yang dalam (n)
Gigi dengan sisi-sisi dalam (n)
84.5 (+ 11.1)
46.8 (+ 22.0)
90.4 (+ 10.5)
4.2 (+ 1.0)
5.4 (+ 1.3)
38.0 (+ 22.8)
51.3 (+ 34.9)
15.5 (+ 6.3)
18.2 (+ 13.8)
11.4 (+ 10.8)
28.9 (+ 16.5)
2.8 (+ 0.4)
4.6 (+ 1.1)
7.5 (+ 6.8)
9.6 (+ 10.5)
4.9 (+ 3.7)
-79.1 (+ 13.9)
- 73.5 (+ 19.5)
- 68.5 (+ 15.9)
- 1.5 (+ 0.7)
- 80.7 (+ 0.6)
- 41.7 (+ 13.7)
- 10.7 (+ 27.9)
- 10.7 (+ 4.5)
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*

Angka mean dan presentasi sisi-sisi yang dalam (PD> 5mm), angka mean gigi dengan sisi-sisi yang dalam, mean kedalaman probing (PD) dan tingkat perlekatan klinis (CAL), ukuran semua sisi pada basis (BL) dan 3 bulan setelah perawatan pada psien dengan diabetes tipe 2 (n = 23).
*Perbedaan signifikan antara basis dan 3 bulan setelah perawatan (Wilcoxon’s signed rank test; α = 5%).
†Perubahan sejak basis hingga 3 bulan

Penemuan biomarker/tanda-tanda biologi inflamasi dan metabolik dalam plasma
Analisa univariabel menunjukkan bahwa perawatan periodontal tanpa-operasi ditujukan untuk mengurangi tingkatan kadar semua sitokin, walaupun hampir seluruhnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Namun, reduksi pada TNF-α sangat signifikan secara statistik 3 bulan setelah terapi periodontal tanpa-operasi (p = 0.014). Perawatan juga menurunkan IL-4, dari 4.0 hingga 0.3 pg/ml, namun tidak signifikan (p = 0.211) (Tabel 2). Ada variasi yang besar pada respon IL-4; 11 pasien dari 23 pasien menunjukkan level IL-4 yang lebih rendah setelah perawatan, enam pasien memiliki IL-4 setelah perawatan sebanding dengan nilai basis dan enam memiliki level dibawah batas deteksi baik sebelum maupun sesudah perawatan. Pada basis, ada korelasi negatif signifikan antara IL-4 dan BMI, r = -0.48, p = 0.020 (Korelasi Spearman rank). Perubahan pada IL-4 tidak berkorelasi dengan BMI.
Tabel 2. Nilai media (persentil 25/27) hemoglobin terglikosilasi (HbA1c), glukosa plasma puasa (FPG), protein reaktif-C sensitivitas tinggi (hs-CRP), fibrinogen (FIB), nekrosis tumor faktor-α (TNF-α) dan interleukin (IL); IL-4, IL-6, IL-8 dan IL-10 pada basis dan 3 bulan setelah terapi periodontal pada pasien dengan diabetes tipe 2 (n = 23)
Tanda-tanda dalam plasma
Basis
3 bulan
Nilai-p
HbA1c (%)
FPG (mg/dl)
Hs-CRP (mg/l)
FIB (mg/dl)
TNF-α (pg/ml)
IL-4 (pg/ml)
IL-6 (pg/ml)
IL-8 (pg/ml)
IL-10 (pg/ml)
9.1 (7.9/11.0)
241.0 (163.5/283.5)
6.3 (4.0/10.6)
368.0 (310.0/420.0)
5.6 (4.3/7.4)
4.0 (0.0/12.3)
3.1 (2.1/4.2)
3.0 (2.1/4.4)
11.9 (2.9/22.9)
8.7 (7.7/11.3)
195.0 (154.0/259.5)
5.4 (2.1/9.1)
329.5 (296.5/378.5)
4.8 (2.7/6.7)
0.3 (0.0/4.9)
2.3 (1.2/4.5)
2.4 (1.6/4.7)
8.6 (4.1/12.7)
0.817
0.533
0.212
0.037*
0.014*
0.211
0.627
0.144
0.244




*Perbedaan signifikan, perbandingan antara basis dan 3 bulan setelah perawatan
Mengenai protein fase-akut, perbandingan univariasi menunjukkan bahwa reduksi pada level FIB setelah perawatan secara statistik signifikan (p =0.037), sedangkan reduksi hs-CRP tidak mencapai signifikansi.
Setelah penyesuaian untuk perbandingan multipel, efek perawatan pada TNF-α dan FIB tidak mencapai signifikansi.
Pada basis, HbA berkisar antara 7.0% hingga 12.5% dan nilai FPG berkisar antara 100 hingga 424 mg/dl. Nilai (+ SD) HbAlc pada basis dan 3 bulan setelah perawatan, masing-masing adalah 9.5% (+ 1.7) melawan 9.2 (+ 2.0). Selain itu, nilai mean (+ SD) FPG pada basis dan setelah terapi, masing-masing adalah 232.5 mg/dl (+ 85.4) melawan 213.0 mg/dl (+ 74.0). Reduksi pada kedua parameter tersebut tidak signifikan.
Tidak ada korelasi antara parameter klinis dan imunologi periodontitis ditemukan diantara individu-individu dalam studi ini.

Diskusi
Perawatan tanpa-operasi yang sukses secara klinis dimaksudkan untuk mengurangi marker/tanda-tanda inflamasi sistemik dan kadar sitokin. Kebanyakan perbedaan tidak signifikan secara statistik namun beberapa penemuan bisa relevan. TNF-α telah dilaporkan memiliki peran kunci dalam patogenesis diabetes tipe 2 (Fernandez-Real & Ricart 2003), dan korelasi sitokin dengan resistensi insulin juga telah ditunjukkan pada sindrom metabolik (Ingelsson dkk. 2008, King 2008) Pengaruh TNF-α pada resistensi insulin diyakini karena kemampuannya untuk menghambat insulin-dependent autophospsorylation dari reseptor insulin dan fosforilasi reseptor insulin substrat-1, substrat utama reseptor in vivo insulin.
Penemuan utama dari studi prospektif ini adalah bahwa respon kepuasan klinis terhadap terapi periodontal tanpa-operasi diikuti dengan sikulasi konsentrasi TNF-α pada pasien T2DM. Hal ini sejalan dengan studi-studi yang melaporkan bahwa terapi periodontal mekanis sekaitan dengan pemberian antibiotik lokal (Iwamoto dkk 2001) atau tidak (Dag dkk 2009) menurunkan sirkulasi TNF-α. Sebaliknya, beberapa studi tidak menunjukkan perubahan pada level TNF-α pada pasien dengan diabetes setelah terapi periodontal (Al-Mubarak dkk 2002, Talbert dkk 2006, Lalla dkk 2007, O’Connel dkk 2008). Faktor-faktor seperti status periodontal, tipe diabetes dan pengginaan antibiotik sistemik kemungkinan dapat menjelaskan perbedaan ini.
Sitokin sirkulasi lainnya yang diselidiki dalam studi ini (IL-4, IL-6, IL-8,dan IL-10) juga lebih tinggi pada basis dibanding setelah perawatan periodontal. Namun, karena variabilitas individu yang tinggi terhadap ekspresi sitokin, reduksi tidak mencapai signifikansi. Variabilitas antar pasien dalam responnya terhadap terapi periodontal juga telah dilaporkan oleh Behle dkk (2009). Pada studi ini, reduksi IL-4 diamati setelah perawatan, yang mana telah terjadi penurunan lebih dari 90%, namun tidak mencapai signifikansi. Telah diketahui bahwa tidak semua pasien memberi respon yang serupa terhadap pemberian terapi, menyebabkan adanya variabilitas respon diantara subyek. Dalam studi ini, ada variasi yang besar pada respon IL-4 dan walaupun alasan atas bervariasinya respon ini belum jelas, hipotesis yang mungkin adalah jaringan lemak, diwakili oleh BMI yang tinggi, dapat mengganggu naiknya IL-4. Dalam sampel kami, nilai IL-4 pada basis menunjukkan korelasi negatif dengan BMI namun perubahan pada IL-4 tidak berkorelasi dengan BMI.
Level FPG tidak berubah secara signifikan setelah terapi pada studi ini sejalan dengan studi studi yang lalu (Iwamoto dkk 2001, Rodrigues dkk 2003, Faria-Almeida dkk 2006, O’Connel dkk 2008). Dalam studi ini, ada penurunan pada level HbAlc setelah terapi periodontal tanpa-operasi, tapi reduksi ini tidak mencapai signifikansi. Hal ini sejalan dengan studi yang lalu (untuk tinjauan, lihat Jones dkk 2007). Sebaliknya, yang lain menyarankan bahwa kontrol infeksi periodontal memperbaiki kontrol metabolik (Iwamoto dkk. 2001, Kiran dkk 2005), Navarro-Sanchez dkk 2007, O’Connel dkk 2008); Akan tetapi, dalam beberapa studi tersebut, terapi periodontal dihubungkan dengan pemberian antibiotik lokal (Iwamoto dkk 2001) atau sistemik (O’Connel dkk 2008). Dalam hal ini, penting untuk menggaris bawahi fakta bahwa tetrasiklin dan turunannya dapat bertindak secara langsung dalam produksi insulin (Qin dkk 2002) dan beberapa reduksi HbAlc setelah terapi bisa jadi dikarenakan antibiotik per se dan tidak hanya karena meningkatnya infeksi periodontal. Partisipan dalam studi ini dianggap, rata-rata, obesitas (mean BMI 30.6 kg/m2 pada basis) dan tidak menunjukkan perubahan signifikan 3 bulan setelah terapi periodontal. Meningkatnya BMI dihubungkan dengan meningkatnya jumlah dan ukuran adipocytes/lemak, yakni sel-sel dengan aktivitas metabolik yang tinggi yang memproduksi TNF-α dan IL-6 dalam jumlah besar, yang dapat memperburuk resistensi insulin dan akhirnya memperburuk kontrol metabolik (Mealay & Oates 2006).
FIB, adalah protein fase akut yang diproduksi oleh hati, telah diidentifikasi sebagai tanda-tanda inflamasi (sakkinen dkk 2001). Dalam studi ini, reduksi level FIB setelah terapi periodontal adalah ssignifikan, serupa dengan studi sebelumnya yang dilaporkan oleh Christgau dkk (1998), yang menunjukkan level FIB yang signifikan lebih rendah 4 bulan setelah terapi periodontal tanpa-operasi pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sebaliknya, Lalla dkk (2007) tidak melaporkan perbedaan level FIB yang signifikan setelah terapi periodontal dan yakin bahwa diabetes sendirilah yang menjadi sebab memburuknya keadaan pro-inflamasi.
CRP ditimbulkan oleh stimulus inflamasi dan dimediasi melalui jaringan sitokin yang kompleks (Ablij & Meinders 2002). Dalam studi ini, perawatan periodontal ditujukan untuk menurunkan level CRP, tapi tidak meraih signifikansi, sejalan dengan penemuan-penemuan sebelumnya pada pasien diabetes (Christgau dkk 1998). Penjelasan yang mungkin untuk reduksi yang relatif kecil pada level CRP adalah bahwa sampel yang digunakan sekarang ini tetap mengalami obesitas selama periode eksperimen dan seperti diketahui bahwa level sirkulasi CRP diinduksi bukan hanya oleh penyakit periodontal tapi juga oleh kondisi sistemik lainnya seperti hiperglikemia dan obesitas (Ingelson dkk 2008). Studi-studi sebelumnya telah melaporkan asosiasi positif BMI dan konsentrasi CRP pada pasien T2DM (Leinonen dkk 2003). \
Satu keterbatasan kami pada studi ini adalah tidak adanya kelompok pasien T2DM yang tidak menjalani perawatan periodontal sehingga perkembangan pasien ini tidak diketahui. Lebih lanjut, ukuran sampel yang kecil dikarenakan penggunaan kriteria inklusi dan ekslusi yang terbatas dengan tujuan meminimalkan hadirnya faktor-faktor pembias. Walaupun kalkulasi daya mengestimasi jumlah partisipan yang lebih rendah demi mencapai hasil yang signifikan, variabilitas respon yang lebih tinggi diantara subyek dalam studi ini dibandingkan dengan studi pilot mengakibatkan perbedaan. Mempertimbangkan jumlah perbandingan yang dibuat dan varian biologi diantara subyek, jelas bahwa populasi studi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendapatkan kesimpulan final mengenai pengaruh perawatan periodontal terhadap tanda-tanda biologi. Karena itu, penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan sampel yang lebih besar, ditambah grup kontrol, demi menguraikan pengaruh terapi periodontal pada kontrol metabolik dan pada perameter inflamasi sistemik pada pasien T2DM. Dengan keterbatasan studi ini, dapat disimpulkan bahwa suksesnya terapi periodontal tanpa-operasi secara klinis bertujuan untuk mengurangi inflamasi sistemik dan konsentrasi beberapa sitokin sirkulasi, yang penting untuk pasien T2DM.