Pengaruh perawatan periodontal terhadap kontrol metabolik, inflamasi sistemik dan sitokin pada pasien diabetes tipe 2
Abstrak
Tujuan: Tujuan studi ini adalah untuk menyelidiki pengaruh terapi periodontal pada sirkulasi konsentrasi kapsul-protein reaktif sensitivitas tinggi (hs-CRP), fibrinogen (FIB), interleukin (IL)-4, IL-6, IL8, IL-10 dan nekrosis tumor faktor-α (TNF-α) dan kontrol metabolik pada pasien diabetes melitus tipe 2 (T2DM).
Materi dan Metode: Dua puluh tiga pasien T2DM dengan periodontitis kronis dimasukkan dalam studi ini. Parameter klinis periodontal dievaluasi, disebut indeks plak yang terlihat, indeks peradarahan gingiva, berdarah saat probing, kedalaman probing dan tingkat perlekatan klinis. Contoh darah untuk plasma dikumpulkan dan dinilai untuk tingkat hs-CRP, FIB, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 dan TNF-α. Hemoglobin terglikosilasi (HbAlc) dan glukosa plasma puasa juga diukur. Parameter dievaluasi sebelum dan 3 bulan setelah terapi periodontal tanpa operasi.
Hasil : Seluruh parameter klinik secara signifikan meningkat 3 bulan setelah terapi periodontal. Perbandingan satu variabel menunjukkan kecenderungan terhadap menurunnya ukuran biomarker/tanda-tanda biologis, biasanya dinyatakan untuk TNF-α dan FIB, setelah terapi.
Kesimpulan : Suksesnya terapi periodontal tanpa operasi secara klinis ditujukan untuk mengurangi inflamasi sistemik dan konsentrasi beberapa sitokin sirkulasi.
Periodontitis adalah gangguan inflamasi yang ditandai dengan destruksi jaringan periodontal dengan kehilangan perlekatan yang berlanjut (Albandar dkk. 1999). Destruksi periodontal dimediasi-host oleh diproduksinya sitokin pro-inflamasi secara lokal sebagai respon terhadap flora bakterial dan produknya (Van Dyke & Serhan 2003). Bisa jadi bahwa produksi sitokin lokal (Prabhu dkk. 1996, Gorska dkk. 2003) dan/atau bakterimia/endotoxaemia asimtomatik tingkat-rendah (AAP 1998) mempengaruhi konsentrasi plasma biomarker pro-inflamasi. Perbedaan signifikan pada konsentrasi plasma seperti biomarker telah dijelaskan sebelumnya (Fredriksson dkk.1999, Loos dkk. 2000, Noack dkk. 2001, Buhlin dkk. 2003, Pitiphat dkk. 2008).
Periodontitis bahkan bisa memberi dampak yang lebih besar pada kondisi inflamasi sistemik individu dengan diabetes. Meningkatkan level sirkulasi interleukin (IL)-6, nekrosis tumor faktor-α (TNF-α) dan kapsul-protein reaktif sensitivitas-tinggi (hs-CRP), yang dapat memperburuk resistensi insulin sehingga merusak kontrol glikemik, telah dijelaskan di beberapa studi (Taylor dkk. 1996, Amar & Han 2003). Sehingga, penyakit periodontal dapat memberi dampak signifikan pada keadaan metabolik pada diabetes (Mealey & Oates 2006).
Pertanyaan apakah penyakit periodontal memperparah kondisi inflamasi dihubungkan dengan diabetes belum terjawab. Pada individu dengan diabetes, percobaan intervensi klinis menunjukkan reduksi signifikan pada level protein fase akut, misalnya CRP (Lalla dkk.2007) dan fibrinogen (FIB) (Christgau dkk, 1998), mengikuti terapi periodontal. TNF-α, merupakan sirokin pro-inflamasi, telah dikaitkan dengan resistensi insulin (Ling dkk. 1994, Mishima dkk 2001, King 2008) dan diabetes tipe 2 (Fernandez-Real & Ricart 2003). Studi-studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa perawatan periodontal dihubungkan dengan pemberian lokal antibiotik (Iwamoto dkk 2001, Iwamoto dkk 2003, Nishimura dkk 2003) menurunkan sirkulasi/perputaran TNF-α pada subyek dengan diabetes melitus tipe 2 (T2DM) dengan reduksi konsentrasi insulin dan tingkat hemoglobin terglikosilasi secara bertahap. Di lain pihak, beberapa studi (Al-Mubarak dkk 2002, Talbert dkk 2006, Lalla dkk 2007, O’Connell dkk 2008) melaporkan bahwa sirkulasi TNF-α tidak menurun mengikuti perawatan periodontal pada subyek dengan diabetes.
Karena penemuan dalam literatur yang kontradiksi, kami ingi mengkonfirmasi hipotesis bahwa terapi periodontal tanpa-operasi dapat mempengaruhi level sitokin sistemik pro- dan anti inflamasi (IL-6, IL-8 dan TNF-α, IL-4 dan IL-10), dan level protein fase-akut (hs-CRP dan FIB) pada pasien T2DN. Selain itu, tujuan lain adalah untuk mengevaluasi pengaruh terapi periodontal tanpa-operasi pada kontrol metabolik diabetes.
Material dan Metode
Populasi sampel dan desain eksperimental
Pasien direkrut dari Klinik Periodontitis untuk Pasien Diabetes Pada Departemen Diagnosis dan Operasi, Sekolah Kedokteran gigi Araraquara, Universitas Negeri Sao Paulo (UNESP), Brazil, antara Januari 2005 dan Oktober 2006. Studi ini dilakukan dengan sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dapat digunakan, termasuk Deklarasi Helsinki Asosiasi Kedokteran dunia, dan secara independen ditinjau dan disetujui oleh Komite Etika pada Penelitian Manusia, Sekolah Kedokteran Gigi Araraquara *UNESP, Araraquara, Brazil; Nomor protokol 60/04) dan Rumah Sakit Huddinge (Karolinska Institutet, Huddunge, Sweden; Nomor protokol 2007/384-31/2). Seluruh sukarelawan diinformasikan mengenai tujuan dan metode studi ini, dan memberikan izin tertulis mereka untuk berpartisipasi.
Sebagai kriteria inklusi, seluruh subyek yang berpartisipasi dalam studi ini harus memiliki diabetes tipe 2 dan periodontitis kronis (AAP 1999), mempunyai minimal 15 gigi asli dan mem[unyai minimal empat gigi dengan satu asisi atau lebih yang kedalaman probingnya (PD)> 5 mm, level perlekatan klinis (CAL)> 4 mm, dan perdarahan saat probing (BOP). Kriteria ekslusi yang dipertimbangkan adalah sebagai berikut : riwayat terapi antibiotik dalam 6 bulan sebelum dan obat anti-inflamasi dalam 3 bulan sebelum, kehamilan atau menggunakan kontrasepsi atau bentuk hormon lainnya, perokok atau sebelumnya perokok < 5 tahun dan perawatan periodontal dalam 12 bulan sebelumnya.
Ukuran sampel dikalkulasi berdasarkan informasi sebelumnya dari studi pilot yang baru-baru ini dilakukan oleh kelompok penelitiaan kami, menggunakan relatif data terhadap perbedaan mean dan standar deviasi (SD) antara periode eksperimental (basis dan 3 bulan setelah perawatan periodontal) untuk parameter imunologi dan klinis pada pasien diabetes tipe 2 (data tidak dipublikasikan). Di estimasi bahwa dengan minimal 13 pasien diabetes tipe 2, perbedaan signifikan pada parameter klinik, perputaran TNF-α, hs-CRP dan FIB dapat dideteksi antara periode studi (basis dan 3 bulan setelah terapi periodontal tanpa-operasi), dengan 90% tenaga statistik dan 95% interval kepercayaan.
Sampel terdiri dari 23 subyek T2DM (ADA 2008). Semua pasien menggunakan agen hipoglikemik oral dan/atau insulin sesuai resep untuk perawatan diabetes mereka. Mereka dibawah pengawasan ahli endokrinologi, tanpa perubahan perawatan diabetes satu tahun sejak sebelum studi dan dibolehkan untuk menjalani perawatan periodontal oleh dokternya. Indeks massa tubuh (BMI) diestimasi dengan membagi berat tubuh (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi (dalam meter).
Seluruh pasien menjalani pemeriksaan klinis periodontal pada 6 sisi tiap gigi (molar tiga tidak dimasukkan) oleh pemeriksa tertara yang telah terlatih (κ = 0.93, data tidak ditunjukkan). Kehadiran biofilm supragingiva dan perdarahan marginal gingiva dicatat, masing-masing, dengan indeks plak yang terlihat (VPI) (Ainamo & Bay 1975) dan indeks perdarahan gingiva (GBI) (Ainamo & Bay 1975). PD, CAL dan BOP juga dievaluasi menggunakan probe Universitas Carolina Utara (Hu-Friedy, Chicago, IL, USA).
Pengujian inflamasi biomarker
Sampel darah dikumpulkan setelah tiap individu mimimal 8 jam berpuasa. FIB (mg/dl) dicatat dengan metode Clauss menggunakan perlengkapan komersil (Wiener Laboratorios A.S.I.C., Rosario, Argentina), dan hs-CRP (mg/l) dianalisa secara imunologi menggunakan perlengkapan komersial (DADE Behring, Deefield, IL, USA) sesuai instruksi pabrik.
Konsentrasi plasma IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 dan TNF-α dianalisa menggunakan teknik multiple bead (Bio=Plex system, Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA, USA) menggunakan perlengkapan sitokin manusia sensitivitas-tinggi yang tersedia secara komersil (Linco Research Inc.,St.Charles,MO,USA) dengan mengikuti instruksi pabrik. Hasilnya dikalkulasi menggunakan software khusus (Bio-Plex system, Bio-Rad Laboratories).
Kontrol metabolik
Untuk mengevaluasikontrol metabolik, konsentrasi hemoglobin terglikosilasi (HbAlc) (%) diukur dengan kromatografi cairan dayaguna-tinggi (DiaSTAT Haemoglobin Alc Analyser System, BioRad Laboratories). Glukosa plasma puasa/gula darah puasa (FPG) (ml/dl) ditentukan menggunakan metode oksidasi glukosa (Labtest Diagnostica S.A., Lagoa Santa, MG, Brazil).
Perawatan periodontal
Pasien menerima perawatan periodontal tanpa-operasi, terdiri dari instruksi higiene oral, dan scalling dan root planing dibawah anestesi lokal. Perawatan kira-kira empat sesi dalam satu bulan menggunakan instrumen manual (Gracey dan McCall Curettes, Hirschfield Files, Trinity Periodontia, Sao Paulo, Brazil). Setelah perawatan periodontal, program kontrol plak profesional dilakukan dua kali sebulan selama tiga bulan (enam sesi), terdiri dari penghilangan plak supragingiva dan instruksi ulang mengenai prosedur higiene oral.
Klinisnya, biomarker/tanda-tanda biologi inflamasi dan hasil metabolik seperti halnya pengukuran BMI dinilai pada basis dan 3 bulan setelah selesainya terapi periodontal. Selama periode eksperimental, anamnesis diperbaharui dan pasien ditanyai mengenai perubahan obat-obatan terkait terapi diabetes, menggunakan anti-inflamasi atau antibiotik dan perubahan gaya hidup, termasuk olah raga dan makanan. Semua partisipan menyelesaikan studi ini.
Analisa statistik
Untuk VPI, GBI dan BOP, persentasi sisi-sisi positif diambil per pasien, lalu nilai mean dikalkulasi pada tiap grup. Untuk PD dan CAL, kadar dalam milimeter, kontrol metabolik dan BMI, nilai mean tiap individu pertama dimasukkan lalu nilai mean dikalkulasikan untuk tiap grup. Untuk analisis biomarker inflamasi, nilai tiap individu pertama-tama dimasukkan lalu nilai median dikalkulasi untuk tiap grup.
Perubahan pada data klinis dan metabolik dihadirkan dalam mean dan SD, dan perubahan data biomarker inflamasi dihadirkan dalam nilai median dengan ukuran keragaman (quartile 25% dan 75%). Perbedaan antara periode dari data klinis, metabolik, dan imunologi dianalisa menggunakan metode statistik bukan-parametrik (Wilcoxon’s matched pairs test and signed-rank test). Koreksi Bonferroni dilakukan untuk menyesuaikan perbandingan multipel.
Korelasi dikalkulasi dengan korelasi koefisien Spearman antara variabel klinis (BOP, PD atau CAL) dan metabolik (HbAlc), variabel klinis dan imunologi (IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 atau TNF-α) dan variabel metabolik dan imunologi.
Nilai BMI dihadirkan sebagai mean dan SD, dan perbedaan antara periode dikalkulasi dengan tes-student t, sesuai distribusi data normal. Program software statistika 7.0 (StatSoft Inc., Tulsa, OK, USA) digunakan untuk menganalisa data.
Hasil
Populasi sampel
Sampel terdiri dari sembilan pria dan 14 wanita, 14 berkulit putih dan sembilan berkulit hitam, mean usia 47.5 + 7.2 tahun (kisaran 32-60 tahun) dan mean durasi diabetes 10.0 + 6.8 tahun (kisaran 1-20 tahun).
Pada seluruh sesi klinik, pasien tidak melaporkan perubahan dalam gaya hidup dan obat-obatan sehubungan terapi diabetes. Disamping itu, tidak ada pasien yang menggunakan obat-obatan antibiotik dan/atau anti-inflamasi selama periode eksperimental.
Tiga puluh sembilan persen sampel memiliki setidaknya satu komplikasi terkait diabetes, retinopati dan nefropati merupakan komplikasi yang paling sering yang terkait dengan diabetes. Lima-puluh-dua persen menggunakan agen hipoglikemik atau hanya kontrol diet, 22% menjalani perawatan insulin dan 26% dirawat dengan kombinasi insulin dan agen hipoglikemik oral.
Mean (+ SD) BMI 30.6 (+ 4.8) pada basis dan 30.0 (+ 4.6) setelah perawatan. Tidak ada perubahan signifikan setelah terapi (p = 0.681).
Penemuan klinis oral
Tabel 1 menunjukkan nilai parameter klinis pada pemeriksaan basis dan pengawasan 3 bulan. Setelah perawatan periodontal tanpa-operasi, ada peningkatan pada seluruh parameter klinis yang diawasi (p <0.05). Perawatan periodontal tidak memiliki efek yang merugikan pada pasien.
Tabel 1. Nilai mean (+ SD) untuk indeks plak yang terlihat (VPI), indeks perdarahan gingiva (GBI) dan perdarahan saat probing (BOP)
Parameter klinis
BL
3 bulan
∆ 3 bulan hingga BL †
Nilai-p
VPI (% sisi)
GBI (% sisi)
BOP (% sisi)
Mean PD (mm)
Mean CAL (mm)
Sisi yang dalam (% sisi)
Sisi yang dalam (n)
Gigi dengan sisi-sisi dalam (n)
84.5 (+ 11.1)
46.8 (+ 22.0)
90.4 (+ 10.5)
4.2 (+ 1.0)
5.4 (+ 1.3)
38.0 (+ 22.8)
51.3 (+ 34.9)
15.5 (+ 6.3)
18.2 (+ 13.8)
11.4 (+ 10.8)
28.9 (+ 16.5)
2.8 (+ 0.4)
4.6 (+ 1.1)
7.5 (+ 6.8)
9.6 (+ 10.5)
4.9 (+ 3.7)
-79.1 (+ 13.9)
- 73.5 (+ 19.5)
- 68.5 (+ 15.9)
- 1.5 (+ 0.7)
- 80.7 (+ 0.6)
- 41.7 (+ 13.7)
- 10.7 (+ 27.9)
- 10.7 (+ 4.5)
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
< 0.001*
Angka mean dan presentasi sisi-sisi yang dalam (PD> 5mm), angka mean gigi dengan sisi-sisi yang dalam, mean kedalaman probing (PD) dan tingkat perlekatan klinis (CAL), ukuran semua sisi pada basis (BL) dan 3 bulan setelah perawatan pada psien dengan diabetes tipe 2 (n = 23).
*Perbedaan signifikan antara basis dan 3 bulan setelah perawatan (Wilcoxon’s signed rank test; α = 5%).
†Perubahan sejak basis hingga 3 bulan
Penemuan biomarker/tanda-tanda biologi inflamasi dan metabolik dalam plasma
Analisa univariabel menunjukkan bahwa perawatan periodontal tanpa-operasi ditujukan untuk mengurangi tingkatan kadar semua sitokin, walaupun hampir seluruhnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Namun, reduksi pada TNF-α sangat signifikan secara statistik 3 bulan setelah terapi periodontal tanpa-operasi (p = 0.014). Perawatan juga menurunkan IL-4, dari 4.0 hingga 0.3 pg/ml, namun tidak signifikan (p = 0.211) (Tabel 2). Ada variasi yang besar pada respon IL-4; 11 pasien dari 23 pasien menunjukkan level IL-4 yang lebih rendah setelah perawatan, enam pasien memiliki IL-4 setelah perawatan sebanding dengan nilai basis dan enam memiliki level dibawah batas deteksi baik sebelum maupun sesudah perawatan. Pada basis, ada korelasi negatif signifikan antara IL-4 dan BMI, r = -0.48, p = 0.020 (Korelasi Spearman rank). Perubahan pada IL-4 tidak berkorelasi dengan BMI.
Tabel 2. Nilai media (persentil 25/27) hemoglobin terglikosilasi (HbA1c), glukosa plasma puasa (FPG), protein reaktif-C sensitivitas tinggi (hs-CRP), fibrinogen (FIB), nekrosis tumor faktor-α (TNF-α) dan interleukin (IL); IL-4, IL-6, IL-8 dan IL-10 pada basis dan 3 bulan setelah terapi periodontal pada pasien dengan diabetes tipe 2 (n = 23)
Tanda-tanda dalam plasma
Basis
3 bulan
Nilai-p
HbA1c (%)
FPG (mg/dl)
Hs-CRP (mg/l)
FIB (mg/dl)
TNF-α (pg/ml)
IL-4 (pg/ml)
IL-6 (pg/ml)
IL-8 (pg/ml)
IL-10 (pg/ml)
9.1 (7.9/11.0)
241.0 (163.5/283.5)
6.3 (4.0/10.6)
368.0 (310.0/420.0)
5.6 (4.3/7.4)
4.0 (0.0/12.3)
3.1 (2.1/4.2)
3.0 (2.1/4.4)
11.9 (2.9/22.9)
8.7 (7.7/11.3)
195.0 (154.0/259.5)
5.4 (2.1/9.1)
329.5 (296.5/378.5)
4.8 (2.7/6.7)
0.3 (0.0/4.9)
2.3 (1.2/4.5)
2.4 (1.6/4.7)
8.6 (4.1/12.7)
0.817
0.533
0.212
0.037*
0.014*
0.211
0.627
0.144
0.244
*Perbedaan signifikan, perbandingan antara basis dan 3 bulan setelah perawatan
Mengenai protein fase-akut, perbandingan univariasi menunjukkan bahwa reduksi pada level FIB setelah perawatan secara statistik signifikan (p =0.037), sedangkan reduksi hs-CRP tidak mencapai signifikansi.
Setelah penyesuaian untuk perbandingan multipel, efek perawatan pada TNF-α dan FIB tidak mencapai signifikansi.
Pada basis, HbA berkisar antara 7.0% hingga 12.5% dan nilai FPG berkisar antara 100 hingga 424 mg/dl. Nilai (+ SD) HbAlc pada basis dan 3 bulan setelah perawatan, masing-masing adalah 9.5% (+ 1.7) melawan 9.2 (+ 2.0). Selain itu, nilai mean (+ SD) FPG pada basis dan setelah terapi, masing-masing adalah 232.5 mg/dl (+ 85.4) melawan 213.0 mg/dl (+ 74.0). Reduksi pada kedua parameter tersebut tidak signifikan.
Tidak ada korelasi antara parameter klinis dan imunologi periodontitis ditemukan diantara individu-individu dalam studi ini.
Diskusi
Perawatan tanpa-operasi yang sukses secara klinis dimaksudkan untuk mengurangi marker/tanda-tanda inflamasi sistemik dan kadar sitokin. Kebanyakan perbedaan tidak signifikan secara statistik namun beberapa penemuan bisa relevan. TNF-α telah dilaporkan memiliki peran kunci dalam patogenesis diabetes tipe 2 (Fernandez-Real & Ricart 2003), dan korelasi sitokin dengan resistensi insulin juga telah ditunjukkan pada sindrom metabolik (Ingelsson dkk. 2008, King 2008) Pengaruh TNF-α pada resistensi insulin diyakini karena kemampuannya untuk menghambat insulin-dependent autophospsorylation dari reseptor insulin dan fosforilasi reseptor insulin substrat-1, substrat utama reseptor in vivo insulin.
Penemuan utama dari studi prospektif ini adalah bahwa respon kepuasan klinis terhadap terapi periodontal tanpa-operasi diikuti dengan sikulasi konsentrasi TNF-α pada pasien T2DM. Hal ini sejalan dengan studi-studi yang melaporkan bahwa terapi periodontal mekanis sekaitan dengan pemberian antibiotik lokal (Iwamoto dkk 2001) atau tidak (Dag dkk 2009) menurunkan sirkulasi TNF-α. Sebaliknya, beberapa studi tidak menunjukkan perubahan pada level TNF-α pada pasien dengan diabetes setelah terapi periodontal (Al-Mubarak dkk 2002, Talbert dkk 2006, Lalla dkk 2007, O’Connel dkk 2008). Faktor-faktor seperti status periodontal, tipe diabetes dan pengginaan antibiotik sistemik kemungkinan dapat menjelaskan perbedaan ini.
Sitokin sirkulasi lainnya yang diselidiki dalam studi ini (IL-4, IL-6, IL-8,dan IL-10) juga lebih tinggi pada basis dibanding setelah perawatan periodontal. Namun, karena variabilitas individu yang tinggi terhadap ekspresi sitokin, reduksi tidak mencapai signifikansi. Variabilitas antar pasien dalam responnya terhadap terapi periodontal juga telah dilaporkan oleh Behle dkk (2009). Pada studi ini, reduksi IL-4 diamati setelah perawatan, yang mana telah terjadi penurunan lebih dari 90%, namun tidak mencapai signifikansi. Telah diketahui bahwa tidak semua pasien memberi respon yang serupa terhadap pemberian terapi, menyebabkan adanya variabilitas respon diantara subyek. Dalam studi ini, ada variasi yang besar pada respon IL-4 dan walaupun alasan atas bervariasinya respon ini belum jelas, hipotesis yang mungkin adalah jaringan lemak, diwakili oleh BMI yang tinggi, dapat mengganggu naiknya IL-4. Dalam sampel kami, nilai IL-4 pada basis menunjukkan korelasi negatif dengan BMI namun perubahan pada IL-4 tidak berkorelasi dengan BMI.
Level FPG tidak berubah secara signifikan setelah terapi pada studi ini sejalan dengan studi studi yang lalu (Iwamoto dkk 2001, Rodrigues dkk 2003, Faria-Almeida dkk 2006, O’Connel dkk 2008). Dalam studi ini, ada penurunan pada level HbAlc setelah terapi periodontal tanpa-operasi, tapi reduksi ini tidak mencapai signifikansi. Hal ini sejalan dengan studi yang lalu (untuk tinjauan, lihat Jones dkk 2007). Sebaliknya, yang lain menyarankan bahwa kontrol infeksi periodontal memperbaiki kontrol metabolik (Iwamoto dkk. 2001, Kiran dkk 2005), Navarro-Sanchez dkk 2007, O’Connel dkk 2008); Akan tetapi, dalam beberapa studi tersebut, terapi periodontal dihubungkan dengan pemberian antibiotik lokal (Iwamoto dkk 2001) atau sistemik (O’Connel dkk 2008). Dalam hal ini, penting untuk menggaris bawahi fakta bahwa tetrasiklin dan turunannya dapat bertindak secara langsung dalam produksi insulin (Qin dkk 2002) dan beberapa reduksi HbAlc setelah terapi bisa jadi dikarenakan antibiotik per se dan tidak hanya karena meningkatnya infeksi periodontal. Partisipan dalam studi ini dianggap, rata-rata, obesitas (mean BMI 30.6 kg/m2 pada basis) dan tidak menunjukkan perubahan signifikan 3 bulan setelah terapi periodontal. Meningkatnya BMI dihubungkan dengan meningkatnya jumlah dan ukuran adipocytes/lemak, yakni sel-sel dengan aktivitas metabolik yang tinggi yang memproduksi TNF-α dan IL-6 dalam jumlah besar, yang dapat memperburuk resistensi insulin dan akhirnya memperburuk kontrol metabolik (Mealay & Oates 2006).
FIB, adalah protein fase akut yang diproduksi oleh hati, telah diidentifikasi sebagai tanda-tanda inflamasi (sakkinen dkk 2001). Dalam studi ini, reduksi level FIB setelah terapi periodontal adalah ssignifikan, serupa dengan studi sebelumnya yang dilaporkan oleh Christgau dkk (1998), yang menunjukkan level FIB yang signifikan lebih rendah 4 bulan setelah terapi periodontal tanpa-operasi pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sebaliknya, Lalla dkk (2007) tidak melaporkan perbedaan level FIB yang signifikan setelah terapi periodontal dan yakin bahwa diabetes sendirilah yang menjadi sebab memburuknya keadaan pro-inflamasi.
CRP ditimbulkan oleh stimulus inflamasi dan dimediasi melalui jaringan sitokin yang kompleks (Ablij & Meinders 2002). Dalam studi ini, perawatan periodontal ditujukan untuk menurunkan level CRP, tapi tidak meraih signifikansi, sejalan dengan penemuan-penemuan sebelumnya pada pasien diabetes (Christgau dkk 1998). Penjelasan yang mungkin untuk reduksi yang relatif kecil pada level CRP adalah bahwa sampel yang digunakan sekarang ini tetap mengalami obesitas selama periode eksperimen dan seperti diketahui bahwa level sirkulasi CRP diinduksi bukan hanya oleh penyakit periodontal tapi juga oleh kondisi sistemik lainnya seperti hiperglikemia dan obesitas (Ingelson dkk 2008). Studi-studi sebelumnya telah melaporkan asosiasi positif BMI dan konsentrasi CRP pada pasien T2DM (Leinonen dkk 2003). \
Satu keterbatasan kami pada studi ini adalah tidak adanya kelompok pasien T2DM yang tidak menjalani perawatan periodontal sehingga perkembangan pasien ini tidak diketahui. Lebih lanjut, ukuran sampel yang kecil dikarenakan penggunaan kriteria inklusi dan ekslusi yang terbatas dengan tujuan meminimalkan hadirnya faktor-faktor pembias. Walaupun kalkulasi daya mengestimasi jumlah partisipan yang lebih rendah demi mencapai hasil yang signifikan, variabilitas respon yang lebih tinggi diantara subyek dalam studi ini dibandingkan dengan studi pilot mengakibatkan perbedaan. Mempertimbangkan jumlah perbandingan yang dibuat dan varian biologi diantara subyek, jelas bahwa populasi studi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendapatkan kesimpulan final mengenai pengaruh perawatan periodontal terhadap tanda-tanda biologi. Karena itu, penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan sampel yang lebih besar, ditambah grup kontrol, demi menguraikan pengaruh terapi periodontal pada kontrol metabolik dan pada perameter inflamasi sistemik pada pasien T2DM. Dengan keterbatasan studi ini, dapat disimpulkan bahwa suksesnya terapi periodontal tanpa-operasi secara klinis bertujuan untuk mengurangi inflamasi sistemik dan konsentrasi beberapa sitokin sirkulasi, yang penting untuk pasien T2DM.